"Saya baru datang dari Solo, langsung memanggil penyidik Bareskrim Dirtipidum, mengenai kenapa SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) itu diterbitkan," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mendapat laporan bahwa kasus ini dilaporkan tanggal 9 Oktober sebagai dampak dari keputusan praperadilan yang menganggap bahwa status tersangka saudara Setya Novanto tidak sah, sehingga yang dilaporkan adalah berarti langkah-langkah administrasi maupun langkah hukum yang dikerjakan oleh KPK," jelas Tito.
"Dengan tidak sahnya status tersangka itu, dianggap melanggar hukum, administrasinya berarti dianggap, misalnya pembuatan surat palsu, pencekalannya dianggap melanggar hak-hak untuk ke luar negeri segala macam, cegahnya luar negeri, itu yang dilaporkan," lanjut Tito.
Tito mengatakan, penyidik telah menindaklanjuti laporan Setya itu dengan memeriksa pelapor, saksi-saksi dan sejumlah dokumen yang diserahkan oleh pelapor. Penyidik juga memeriksa saksi ahli.
"Begitu di-follow up kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap saudara pelapor, kepada beberapa saksi, kemudian dokumen-dokumen yang diserahkan, termasuk keputusan praperadilan, setelah itu dilakukan pemeriksaan beberapa saksi ahli. Tadi ada tiga saksi ahli," sambungnya.
Dari keterangan ahli dan saksi itu, penyidik berpandangan bahwa kasus itu dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Akan tetapi, Tito menegaskan bahwa status keduanya masih terlapor.
"Tapi, belum menetapkan status saudara yang dilaporkan saudara Agus Rahardjo dan saudara Saut Situmorang, sebagai tersangka," tuturnya.
"Sekali lagi yang saya tekankan bahwa saya sudah tanyakan betul kepada penyidik, apakah ini statusnya tersangka atau terlapor? Terlapor. Jadi bukan status tersangka," lanjutnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Novanto Sebut SPDP Novanto Hoak |
Kapolri mengatakan, SPDP itu dibuat dengan tembusan ke lima pihak yakni ke kejaksaan, pelapor hingga kedua terlapor. Menurut Kapolri, penyidik wajib menerbitkan SPDP karena kasus yang dilaporkan berkaitan dengan keputusan MK yang mewajibkan penyidik untuk menerbitkan SPDP ketika memulai suatu proses penyidikan.
Soal bocornya SPDP itu, Kapolri menepis bahwa itu dilakukan oleh institusinya. "Nah yang pelapor ini, mungkin dia yang menyampaikan kepada publik, jadi bukan Polri yg menyampaikan kepada publik. Saya sampaikan kembali, bukan Polri, tapi kemungkinan besar adalah pelapor menyampaikan kepada media," tutur Tito. (mei/rvk)