Sepanjang Jalan Jambu Air, tersedia undakan yang digunakan untuk mencuci. Ada undakan dari beton, ada pula yang dari kayu. Di undakan itu, tersedia alat penggilasan untuk mencuci. Masyarakat tinggal membawa pakaian kotor, ember, dan sabun cuci.
Salah satu warga yang mencuci pakaian adalah Nurlaela atau Ela. Dia menggilas pakaian yang sudah ditinggalkan untuk direndam. Ela menjelaskan rumahnya menggunakan air tanah yang asin. Jika dipaksa, pakaian yang dicuci akan rusak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ela mencelupkan pakaian ke dalam air kali berwarna cokelat. Dia menyebut air kali ini tidak bersih.
"Paling bersih itu cuma pagi pukul sembilan sampai sepuluh. Kalau sekarang kotor. Tuh lihat saja. Makanya, kalau pulang dibilas lagi sama air asin," kata Ela.
Meski demikian, Ela menjamin tidak ada orang mandi atau buang air di kali. Sedangkan untuk masak, dia membeli air bersih dari tukang air keliling.
"Kalau buang air sama mandi dilarang di kali. Sedangkan air untuk minum atau masak beli," ujar Ela.
Menurut Ela, hal ini sudah lama terjadi. Itu pun sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar. "Sejak (tahun) sembilan puluhan. Ya semua orang nyuci kayak gini," ucap Ela.
Ela berharap pemerintah segera menyediakan air PAM di permukimannya. Jika ada air PAM, dia tidak perlu mencuci pakaian di sungai yang kotor.
"Dulu sih katanya mau dipasang PAM, tapi sampai sekarang belum ada. Ya kita sih inginnya ada air PAM agar tidak lagi nyuci di kali," kara Ela. (aik/rvk)