Hal itu disampaikan Danrem 011 Lilawangsa, Kolonel Inf Agus Firman Yusmon saat menyusuri perbukitan menuju makam Cut Nyak Meutia di kawasan Hutan Lindung, Ujung Krueng Kereuto, Aceh Utara, Aceh. Dia pergi bersama Dandim 0103 Aceh Utara, Letkol Kav Fadjar Wahyudi Broto, Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji dan sang juru kunci makam, Mudawali.
![]() |
Untuk mencapai makam mereka harus menggunakan kendaraan sepeda motor jenis trail. Di tengah perjalan bahkan mereka harus menaklukkan medan terjal dan berlumpur. Tim ini bahkan sempat harus mendorong trail-nya agar sampai ke lokasi makam. Sekitar 4 jam waktu yang harus ditempuh dari jalan beraspal. Kemudian, mereka masih harus mengobrak-abrik jalanan yang sulit sekitar 30 kilometer.
"Kami ingin berziarah. Cut Nyak Meutia adalah Pahlawan Nasional Indonesia. Puluhan tahun dia sudah gugur. Sayangnya, akses jalan menuju makam perempuan yang gigih melawan penjajah belum diperbaiki," kata Danrem Kol Inf Agus Firman Yusmono kepada detikcom, Sabtu (4/11/2017).
Dia menuturkan, sudah seharusnya semua stakeholder memerhatikan sejarah, termasuk memikirkan soal pemugaran makam. Padahal perjuangan Cut Nyak Meutia dulu dalam melawan penjajah, tanpa mengenal kata lelah dan menyerah.
"Kondisi jalan menuju makam sangat buruk. Para peziarah terlebih dahulu harus berjibaku melewati perbukitan dan medan jalan yang berlumpur. Ke depan, saya bersama Dandim, Kapolres Aceh Utara dan Pemerintah Aceh Utara terus memerhatikan makam tersebut sekaligus memperbaiki akses jalannya. Sehingga siapapun yang hendak berziarah bisa dengan mudah," ucap Agus usai melihat langsung kondisi makam beberapa hari lalu.
![]() |
Ziarah ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional. Selain itu, Agus bersama rombongan juga ingin meninjau langsung kondisi terkini makam Pahlawan Nasional Indonesia yang ada di ujung perbukitan di bawah kaki Gunung Geureudong dan di hulu Krueng Keureuto, Aceh Utara ini.
Untuk diketahui, Cut Nyak Meutia lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, pada 1870. Awalnya Cut Nyak Meutia melawan penjajah Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad (Teuku Chik Tunong). Pada Tahun 1905, suaminya berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati. Namun sebelum meninggal, suaminya berwasiat kepada sahabatnya, Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya, Teuku Raja Sabi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cut Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Meutia bersama pasukannya bentrok dengan MarechausΓ©e di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Cut Nyak Meutia gugur.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107 tahun 1964, beliau menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa-jasanya Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan sosok Cut Nyak Meutia dalam pecahan uang kertas pecahan Rp 1.000. (nif/nif)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini