Lelaki tersebut menekuni bisnis penjualan kulit dan daging ular, khususnya ular air laut dan tawar. Tosin mengaku sejak kelas enam SD sudah ular di persawahan untuk kemudian dijual kepada pengepul.
"Sekitar 15 tahun saya mencari ular, awalnya membantu orang tua. Duitnya untuk sekolah, lulus SD berhenti. Pengennya sekolah sampai SMP, dulu kan sulit sekali. Tapi, waktu itu berhenti sekolah lanjut mencari ular," kata Tosin saat ditemui detikcom di rumahnya, Blok Tiga Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (14/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak terhitung ya, sering digigit ular sih. Tapi, kita bisa bedakan mana yang berbisa dan tidak. Kalau yang berbisa, kita hati-hati menangkapnya," ucapnya.
![]() |
"Sejak 2005 mulai jadi pengepul. Memang prosesnya itu gampang-gampang susah. Nah, untuk ular yang besae kita kulitin, sementara yang kecil kita oven. Dagingnya juga kita jual ke pasar-pasar," ujar Tosin.
Penjualan kulit ular itu selain di Wilayah III Cirebon, didistribusikan pula ke Surabaya. Menurut dia, omzet penjualan kulit dan daging ular itu tak menentu. Untuk musim hujan, sekali produksi bisa tembus hingga Rp 15 juta. Sewaktu kemarau hanya Rp 3 juta.
"Karena ini kan ular air, kalau kemarau sulit dicarinya seperti saat ini. Kalau hujan banyak. Kulit ular ini diekspor ke luar negeri juga, tapi itu urusannya pembeli dari Surabaya. Banyak yang ekspor ke luar negeri," tuturnya.
Tosin menjelaskan kulit ular produksinya dimanfaatkan menjadi dompet, sabuk, tas, dan lainnya. Untuk satu lembar kulit ular bisanya dihargai Rp 500 hingga Rp 50 ribu, tergantung dari jenis ularnya.
"Nantinya dibikin dompet, tas, dan lainnya. Kalau kami hanya jual kulit dan dagingnya. Ada juga yang mencari telurnya, biasanya untuk pakan burung. Kalau kemarau susah nyari telurnya," kata Tosin. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini