"Silakan bagi yang ingin menyaksikan, yang (ingin) menonton," kata Lukman seusai seminar 'Penanggulangan Radikalisme dan Intoleransi Melalui Bahasa Agama', di Hotel Eastparc Sleman, DIY, Sabtu (23/9/2017).
Namun kata Lukman, masyarakat juga harus diberikan ruang untuk membuat film terbaru, yang menggambarkan peristiwa kelam di tahun 1965. Dengan demikian segenap elemen masyarakat diberikan kebebasan menvisualisasikan fakta-fakta sejarah yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lukman, setiap film yang menggambarkan peristiwa sejarah bakal muncul banyak penafsiran. Sebab fakta sejarah bisa dimaknai dari berbagai sudut pandang, sehingga bisa memunculkan beragam penafsiran atas peristiwa sejarah tersebut.
"Perspektifnya berbeda sehingga kita tidak perlu mengingkari film itu (Film G30S/PKI) sama sekali," bebernya.
Meski demikian Lukman memberikan catatan, agar masyarakat tidak terlalu meributkan rencana pemutaran dan wacana revisi film G30S/PKI. Karena masih banyak permasalahan bangsa yang harus dipikirkan dan dicarikan solusi bersama.
"Tidak boleh (sejarah) menyandera, membelenggu kita. Sehingga waktu dan energi kita habis untuk membicarakan masa lalu terkait sejarah kelam kita," pungkasnya. (mbr/mbr)