Sidang Suap Opini WTP, Mendes Dicecar Soal Honor Pendamping Desa

Sidang Suap Opini WTP, Mendes Dicecar Soal Honor Pendamping Desa

Aditya Mardiastuti - detikNews
Rabu, 20 Sep 2017 16:20 WIB
Foto: Mendes Eko Putro Sandjojo/ Adit-detikcom
Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo menjadi saksi sidang perkara suap Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Eko dicecar soal audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) periode 2015 dan semester 1 2016.

"Saya tahu setelah kasus ini. Saya ingin jelaskan ada perbedaan persepsi BPK dengan pegawai saya. Pendamping desa di catatan kami 30 ribu, dan menurut surat Kementerian Keuangan itu lump sum, tapi BPK mengatakan at cost," kata Eko di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2017).

Eko menjelaskan sumber dana pendamping desa berasal dari anggaran kas negara. Kemudian pembayaran pendamping desa disetorkan dari provinsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dana pendamping desa ada anggarannya sendiri. Pelaksanaannya didekonkan ke provinsi kemudian uangnya langsung kas negara ke kas provinsi, dari provinsi ke pendamping desa. Karena tidak mungkin dari Kemendes membagi ke 30 ribu pendamping desa," paparnya.

Sidang Suap Opini WTP, Mendes Dicecar Soal Honor Pendamping DesaFoto: Mendes Eko Putro Sandjojo/ Adit-detikcom


Eko menjelaskan kementeriannya menerima laporan soal honorarium pendamping desa dari tiap provinsi. Namun, BPK hanya mengedit sampel yaitu Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Eko hari ini menjadi saksi dalam sidang dalam perkara dugaan suap opini WTP untuk terdakwa eksi Irjen Kemendes Sugito.

"Kemendes menerima rekap dari tiap provinsi, dan BPK mengaudit secara sampel," jelasnya.



Jaksa pada KPK Kresno Antowibowo kemudian bertanya soal temuan PDTT honorarium yang tak wajar dan belanja pendapatan 2015 Rp 425 miliar dan Rp 550 miliar pada semester 1 2016. Eko menjelaskan jika dirinya mendapat laporan secara lisan dari Plt Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Taufik Madjid jika temuan itu hanya dilakukan di 2 provinsi yang menjadi sampel.

"Laporan yang saya terima BPK melakukan dua sampel di Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Bagaimana dengan dua sampel itu seolah-olah di seluruh Indonesia jadi masalah. Laporan belum dilaporkan karena laporan dari provinsi ikut disita KPK. Selama belum masuk ke kami tidak bisa mengerjakan kan," jelas Eko.

Eko bersikeras begitu dia mendapat laporan itu, pihaknya langsung minta ditindaklanjuti. Dia mengaku beberapa temuan itu sudah langsung ditindaklanjuti.

"Semua sudah ditindaklanjutin tim saya. Banyak yang selesai sudah ada laporan ke saya dan ada yang belum selesai. BPK kan melihat progressnya juga," jelasnya.

Eko pun menjelaskan jika dia sudah memverifikasi temuan itu ke eks Irjen Kemendes Sugito. Temuan itu pun langsung ditangani Sugito sebelum terjerat OTT KPK.

"Sebelum ada kejadian ini sudah ditindaklanjuti. Bahwa ini wajar, disiapkan Pak Gito sebagai irjen, beliau follow upnya cepat sekali. Sebelum ada kasus ini," ujarnya.

Dalam kasus ini, Sugito dan Jarot Budi didakwa menyuap auditor BPK, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Duit suap Rp 240 juta diberikan terkait opini WTP. (ams/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads