"Kalau menurut saya, Indonesia nih harusnya menarik duta besar kita di Burma. Dan menurunkan levelnya ke tingkat kuasa usaha (chargรฉ d'affaires). Itu tahap pertama, menurut saya," ucap Fadli di Hotel Shangri-La Makati, Manila, Filipina, Selasa (19/9/2017).
Hal ini disampaikan Fadli di sela rangkaian acara ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-38. Namun ini bukan berarti memutus hubungan diplomatik. Sebab, kuasa usaha berarti perwakilan diplomatik (duta besar) yang tidak diperbantukan kepada kepala negara, melainkan kepada menteri luar negeri negara penerima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadli, hubungan Indonesia-Myanmar tidak terlalu menguntungkan. Nilai perdagangan disebutnya terus-menerus anjlok. "Jika pada 2013 nilai ekspor Indonesia ke Myanmar mencapai USD 556 juta, pada 2016 nilainya tinggal USD 145 juta saja," terangnya.
Sementara itu, soal bantuan masih bisa disalurkan lewat Bangladesh, tempat sebagian pengungsi Rohingya bernaung. Fadli meminta sikap tegas supaya ASEAN tidak hanya menjadi organisasi 'arisan', yang ketegasan anggotanya hanya saat menyangkut isu bilateral.
"Menjaga keamanan, perdamaian, dan stabilitas kawasan tidak bisa dilakukan hanya dengan menghindari konflik diplomatik. Krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine, Myanmar, bahkan membuktikan jika diplomasi basa-basi justru bisa kontraproduktif terhadap penciptaan perdamaian. Diplomasi semacam itu justru telah gagal memberikan perlindungan terhadap anak bangsa sesama kawasan," tutur Fadli.
"Itu sebabnya kita perlu segera mengirim pesan lebih tegas kepada Myanmar bahwa kita benar-benar serius dalam isu solidaritas kemanusiaan terhadap Rohingya," paparnya. (nif/dkp)











































