"Di sebagian RSUD, RS Swasta, Dinkes maupun BPJS Kesehatan belum membentuk Tim Pencegahan Fraud," kata Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Siti Juliantari saat konferensi pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Tari menyebut landasan pembentukan tim pengawas itu mengacu pada Permenkes 36/2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program JKN. Dalam permen itu menyebut Dinas Kesehatan BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) wajib membangun sistem pencegahan kecurangan, salah satunya dengan membentuk Tim Pencegahan Kecurangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga memberikan sejumlah rekomendasi terkait temuan kecurangan tersebut. Salah satunya agar Kementerian Kesehatan, BPJS, dan Dinas Kesehatan meningkatkan sosialisasi pelayanan ideal dan pengetahuan tentang kecurangan bagi masyarakat.
"Kemenkes, BPJS, dan dinas kesehatan perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang pelayanan kesehatan yang seharusnya (ideal) dan bentuk fraud kepada masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum tahu apakah tindakannya yang dilakukan atau dialaminya bentuk fraud atau bukan," urainya.
Pihaknya juga menyarankan agar Kemenkes dan Fasilitas Kesehatan menghitung detail jumlah Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Sehingga tak ada lagi pasien yang harus bolak-balik antara RS atau apotik untuk menebus obat. Tari juga mendorong agar layanan petugas BPJS di Rumah Sakit beroperasi 24 jam.
"Jam operasi petugas BPJS di Rumah Sakit harus dilaksanakan 24 jam," ucapnya.
Dia juga menyarankan agar dibentuk sistem informasi di tiap tahapan layanan. Sehingga pasien maupun pihak RS bisa memahami apa saja yang fasilitas yang menjadi hak dan tata cara mengurusnya.
Pihak BPJS juga diminta gencar menyosialisasikan hak dan kewajiban peserta dan layanan kesehatan. Agar tak ada lagi kasus Tiara Debora bayi yang meregang nyawa karena orang tuanya tak bisa membayar uang DP untuk dirawat Pediatric Intensive Unit (PICU).
"Untuk mencegah Tiara Debora (terulang) karena ada dugaan RS Mitra Keluarga tidak mengetahui pelayanan itu bisa di-cover BPJS akhirnya minta uang muka padahal itu bisa ditangani BPJS," pesannya.
Terakhir, dia mengingatkan agar ada sistem 'reward and punishment' bagi penyelenggara dan pemberi layanan.
Sebelumnya, ICW memaparkan temuan 49 kecurangan di 15 provinsi, di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT dan NTB.
Temuan kecurangan mulai dari penggunaan kartu BPJS tidak sesuai identitasnya, klaim palsu, penggelembungan tagihan obat dan alkes, pasien rujukan semu, dan memperpanjang masa perawatan pasien. Hingga manipulasi kelas perawatan, penyimpangan prosedur dan meminta cost sharing tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (ams/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini