"Ada kalimat atensi yang terucap. Seperti apa kok tiba-tiba ada istilah 'atensi'?" tanya jaksa kepada Anwar Sanusi saat sidang Sugito dan Djarot di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (6/9/2017).
"Artinya, pada pertemuan itu, dilaporkan terkait proses ini sudah selesai, kemudian memang teman-teman eselon satu kerjanya luar biasa. Nah inilah prolognya," jawab Anwar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai muncul 'atensi' itu gimana, kok tiba-tiba?" tanya jaksa.
Kata 'atensi', menurut Anwar, disampaikan terkait dengan kelengkapan data dan dokumen. Apalagi saat itu Kemendes sedang dalam perbaikan laporan keuangan atas pemeriksaan BPK.
"Kemudian ya artinya muncul tiba-tiba proses ini perlu Kemendes memberikan atensi. Waktu itu ada beberapa proses yang data dan dokumen yang diperlukan melengkapi harus kita lakukan," kata Anwar.
Selain itu, Anwar mengaku memahami kata 'atensi' sebagai hal normatif. Saat itu, ia dan Sugito juga tak menanggapi kalimat atensi tersebut.
"Faktanya yang saya pahami atensi normatif. Kami diam setelah itu," ucap Anwar.
Sementara itu, Choirul Anam menyatakan ucapan kalimat atensi atas perintah auditor BPK Ali Sadli. Dalam pertemuan itu, Choirul menyatakan Konsep Hasil Pemeriksaan (KHP) audit BPK terhadap Kemendes.
"Kalau menurut saya sih masalah pertemuan karena menjelang penyusunan KHP. Penyusunan itu ada tanggapan-tanggapan KHP. Saya beranggapan mungkin Pak Ali mungkin ingin Pak Irjen atau Sekjen bertemu Rochmadi," kata Anam.
Dalam dakwaan, Anam menyarankan Rochmadi dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan, "Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya."
Anwar kemudian menanyakan nominal yang harus diberikan dan Chorul Anam menjawab, "Sekitar Rp 250 juta." Atas hal itu, Anam meminta Sugito memenuhinya. (fai/fdn)











































