"TPF dibentuk Maret 2017, ditugaskan untuk melakukan mencari fakta terhadap kejadian yang tengah terjadi mengenai pelanggaran HAM," kata Marzuki dalam konferensi per di Kantor Amnesty International Indonesia di Jalan Probolinggo, Jakarta Pusat, Minggu, (3/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Marzuki mengatakan TPF akan mulai bekerja dengan memetakan ruang lingkup wilayah yang akan diteliti, yakni Myanmar dan Rakhine. Tak hanya itu, TPF juga akan melihat pola kejadian kejahatan HAM tersebut berdasarkan fakta di lapangan.
"Fakta yang dikumpulkan dari lapangan dan kebijakan pemerintah. Tim wajib melaporkan tidak saja fakta per kejadian peristiwa. Tetapi juga pola kejadian dan pola pemikiran. oleh karena itu, dibutuhkan jangka waktu 5 tahun belakang dimulai sejak 2010," terang Marzuki.
Marzuki mengatakan TPF sudah mulai bekerja sejak pekan lalu. TPF mengumpulkan berbagai sumber informasi mengenai gambaran Rakhine mulai dari laporan Mantan Sekjen PBB, lembaga PBB yang berlokasi langsung di Myammar hingga laporan sejumlah lembaga HAM internasional. Pihaknya juga akan mengirimkan peneliti dalam dua minggu ini.
"Tim ini bekerja mulai bekerja dari mantan sekjen PBB, yang diminta oleh pemerintah Myanmar untuk melakukan penilaian umum mengenai keadaan dan nasehat. Laporan ini telah keluar bulan Agustus dan September, menjabarkan saat ini Myanmar mengalami krisis pembangunan, krisis HAM, dan krisis keamanan," Kata Marzuki.
![]() |
TPF ini ditargetkan rampung pada Maret 2018 mendatang. Marzuki mengakui Pemerintah Myanmar cukup kooperatif selama proses pemeriksaan TPF.
"Tentu kita mengerti TPF ini bahwa Myanmar merasa pertimbangan memberi peluang masih harus diberikan. Karena itu kita harapkan dan tunggu TPF Myanmar untuk mengeluarkan hasilnya agar dipergunakan sebagai sumber informasi," tutup Marzuki. (ams/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini