Pemerintah: Perppu Ormas Tidak Larang Warga Berpikir

Pemerintah: Perppu Ormas Tidak Larang Warga Berpikir

Bisma Alief Laksana - detikNews
Rabu, 30 Agu 2017 14:04 WIB
Tjahjo Kumolo (ari/detikcom)
Jakarta - Mendagri Tjahjo Kumolo, yang mewakili pemerintah, menyatakan Perppu Ormas tidak membatasi warga negara untuk berpikir. Yang dibatasi dalam perppu adalah penyebaran ide yang bertentangan dengan Pancasila.

"Bahwa perppu tidak melarang warga negara berpikir, bahkan lebih jauh tidak melarang untuk menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham tertentu. Yang dibatasi menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ide, pikiran yang bertentangan dengan Pancasila. Hal ini penting demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Tjahjo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2017).

Tjahjo juga menjelaskan dalam Perppu Ormas tidak ada perbedaan hak para pemohon dengan warga negara dan ormas lain di Indonesia. Semua hak untuk berkumpul yang diatur dalam UUD 1945 sama, termasuk soal ormas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keberadaan ormas, semua sama, tidak ada diskriminasi dalam Perppu Ormas. Pasal yang diuji juga tidak diskriminatif karena tidak membedakan orang," tegasnya.

Dia pun menjelaskan soal kegentingan yang memaksa yang menjadi dalil pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas. Menurutnya, dalam UU 17/2013 tentang Ormas, definisi bertentangan dengan Pancasila sangat terbatas. Sebab, UU tersebut hanya menjelaskan yang bertentangan dengan Pancasila adalah paham ateis, komunis, dan beberapa paham yang berasal dari timur saja.

"UU masih belum efektif. Kekosongan hukum tidak bisa diatasi dengan membuat UU secara biasa, karena akan memerlukan waktu lama. Tapi perlu kepastian hukum untuk segera bisa diselesaikan," tuturnya.

Sementara itu, aturan dalam UU 17/2013 yang mengharuskan pencabutan status hukum ormas lewat peradilan dirasa pemerintah akan sangat lama. Hal tersebut juga dianggap tidak menguntungkan pemerintah.

"Nggak bisa langsung cabut izin harus lewat peradilan, itu cukup lama. Ini nggak berimbang antara ormas dan pemerintah," katanya.

Terkait urgensi kegentingan memaksa, Tjahjo menjelaskan situasi saat ini sangat jelas terlihat ada ormas yang ingin mengganti Pancasila, salah satunya dengan paham khilafah. Menurut Tjahjo, hal tersebut tidak bisa diselesaikan dengan UU 17/2013.

"Ini memaksa pemerintah mengeluarkan perppu agar tidak ada kekosongan hukum. Kekosongan hukum itu, maka pemerintah membuat aturan untuk mengisi itu. Tapi tidak mungkin dengan cara yang biasa. Kegiatan ormas bertentangan dengan Pancasila mengganggu bangsa, harus segera diatasi yang lainnya," terang Tjahjo.

Paham yang bertentangan dengan Pancasila itu, menurut Tjahjo, mudah menyebar dengan cepat, sehingga mendesak dan perlu perhatian khusus dari pemerintah. Sedangkan untuk mengganti UU diperlukan waktu yang lama.

"Paham yang bertentangan Pancasila akan cepat nyebarnya dan sangat mendesak dan perlu perhatian khusus, tapi ada keterbatasan pada UU Ormas yang berlaku saat ini. Untuk buat UU baru butuh waktu lama. Revisi harus segera dilakukan cepat agar ideologi yang bertentangan Pancasila. Untuk menertibkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila, sarana yang paling cepat dan konstitusional adalah dengan perppu," tuturnya. (bis/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads