"Tentu kita bahas dulu apa yang dilakukan ke depan. Termasuk apakah kita akan melakukan, dan kapan melakukan koordinasi (pemeriksaan) itu," tutur Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (28/8/2017).
Febri meyakinkan kontinuitas penyidikan kasus ini. Ketidakhadiran satu atau dua saksi dipastikan Febri tidak boleh mengganjal pengusutan kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Jumat (25/8) lalu, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dipanggil KPK untuk kedua kalinya terkait kasus BLBI dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung. KPK menyebut keterangan keduanya diperlukan untuk pemetaan aset obligor yang ada di Indonesia.
Kasus ini berawal pada Mei 2002. Saat itu Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(nif/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini