Sebab, pada pasal 14 ayat 2 disebutkan pemberian remisi akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Pasal itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya PP 99/2012.
"Harusnya dilihat pasal 14 ayat 1 ini tidak dilihat sebagian, tapi seluruhnya. Ayat 2 menyebutkan syarat pemberian remisi diatur dalam PP. Artinya bukan berarti pasal 14 menjamin untuk para koruptor dapat hak, ada syarat yang harus dipenuhi. Artinya, pasal ini tidak melanggar hak," kata peneliti ICW Aradila Caesar ketika dihubungi wartawan, Senin (28/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal 14 jangan dilihat sebagian, cuma yang mereka mau saja. Tapi pasal 14 ayat 2 tidak dibaca oleh mereka," ucap Aradila.
Karena itu, Aradila menegaskan PP 99/2012 tentang pengetatan remisi bagi napi koruptor, yang merupakan turunan dari UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan, tidak boleh diganggu, apalagi sampai dikurangi nilainya. Sebab, bila hal tersebut dilakukan, akan mengurangi tujuan dari pemidanaan itu sendiri.
"Dalam persoalan ini, remisi dalam kaitan dengan PP 99/2012 tidak boleh diganggu dan revisi, apalagi direduksi nilainya. Karena, kalau ditarik ke belakang, di Pengadilan Tipikor itu kan sering hukuman bagi koruptor ringan. Kalau hukuman ringan masih dapat remisi, jumlah hukuman akan berkurang. Padahal tujuan pemidanaan belum tercapai, kerugian negara belum kembali. Artinya, PP 99/2012 tentang remisi harus dipertahankan," tegasnya.
Apalagi dalam PP 99/2012 diterangkan salah satu syarat untuk mendapatkan remisi adalah dengan menjadi justice collaborator (JC). Menurut Aradila, JC harus menjadi motivasi bagi koruptor untuk mendapat remisi.
"Ini kan tujuannya baik, remisi diberikan kalau menjadi JC. Ini kan harusnya jadi motivasi, kalau tidak jadi JC, tidak kan tidak dapat remisi. Jangan sebaliknya, kalau harus jadi JC hilang, artinya tidak ada semacam insentif untuk koruptor membongkar kasusnya," tuturnya.
![]() |
Sebelumnya, lima terpidana korupsi, yaitu OC Kaligis, Irman Gusman, Suryadharma Ali, Barnabas Suebu, dan Waryono Karno, menggugat UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan ke MK. Mereka merupakan napi yang saat ini sedang mendekam di Lapas Sukamiskin.
Para pemohon merasa UU 12/1995 Pasal 14 ayat 1 huruf I UU Pemasyarakatan tidak sesuai dengan Pasal 34 a ayat 1 Peraturan Pemerintah No 99/2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Para pemohon merasa dibedakan dengan napi lainnya karena adanya peraturan pemerintah tersebut. Karena mereka merasa ada ketidakadilan soal remisi pada koruptor. (bis/asp)












































