Serangan-serangan tersebut menandai eskalasi dramatis dalam konflik yang melanda Rakhine sejak Oktober 2016 lalu. Saat itu, serangan-serangan serupa ke pos-pos polisi menewaskan 9 polisi Myanmar dan memicu operasi militer besar-besaran. Dalam operasi tersebut, tentara-tentara Myanmar disebut-sebut melakukan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran rumah-rumah warga Rohingya.
Operasi militer tersebut menyebabkan sekitar 87 ribu warga muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. PBB pun menuding militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Informasi awal adalah bahwa setidaknya lima polisi tewas, dua senjata telah diambil dari polisi dan tujuh jasad pemberontak ekstremis Bengali telah ditemukan," demikian disampaikan komisi informasi yang berafiliasi dengan kantor pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Otoritas Myanmar menggunakan kata "Bengali" untuk menyebut warga Rohingya, yang selama ini dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
"Para pemberontak ekstremis Bengali menyerang sebuah kantor polisi di wilayah Maungdaw, di bagian utara negara bagian Rakhine dengan sebuah bahan peledak rakitan dan melancarkan serangan-serangan serentak ke sejumlah pos polisi pada pukul 01.00 waktu setempat," demikian disampaikan komisi informasi tersebut.
Komisi tersebut juga mencatat 24 pos polisi yang telah diserang. Juga disebutkan bahwa sekitar 150 pria Rohingya mencoba menerobos ke sebuah pangkalan militer, yang mendorong militer untuk melakukan perlawanan.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini