Sepanjang perjalanan suasana cukup mencekam. Tentara Jepang bersiaga di mana-mana, termasuk di kantor radio tersebut. "Di dalam sana ada Jusuf Ronodipuro dan Bachtiar Lubis, kakak wartawan senior Mochtar Lubis," kata sejarawan Rusdi Hoesein kepada detik.com, Rabu (16/8/2017).
Sukarni dan Nishijima menyerahkan salinan teks proklamasi yang didapat dari BM Diah kepada Syahrudin yang kemudian menyelinap melalui pintu belakang Hoso Kyoku. Naskah itu lalu diserahkan kepada Jusuf untuk dibacakan. Tak mudah melakukan hal itu karena semua ruang siaran dijaga kempetai (mata-mata Jepang).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Husein, Jusuf sempat diancam bakal dihukum pancung. Namun petinggi Hoso Kyusu dari kalangan sipil membelanya hingga akhirnya hanya mendapat hukuman disipliner. Toh begitu, siksaan fisik tak bisa dihindari Jusuf.
"Badan dan mukanya hancur. Kakinya juga pincang, sampai tua-pun masih pincang karena hukuman ini," kata Husein.
Setelah pulih, pada 11 September 1945 Jusuf bersama Dr Abdurahman Saleh mendirikan cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI). Dia pula yang menciptakan slogan RRI, "Sekali di Udara Tetap di Udara".
Saat menjabat kepala RRI pada 1950, Jusuf berhasil membujuk Bung Karno untuk mau membaca kembali teks Proklamasi dan direkam. Jadilah, kita semua saat ini bisa mendengar suara Bung Karno membacakan Proklamasi.
Selama hidupnya Jusuf pernah menjadi duta besar di Uruguay, Argentina, dan Cili. Lelaki kelahiran Salatiga, 30 September 1919 itu berpulang pada 21 Januari 2008. (ayo/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini