Para personel Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Batalyon Infanteri 131/Brajasakti (Satgas Pamtas Yonif 131/Brs) yang bercucuran keringat itu sedang bermain voli. Pekik serempak anak-anak di bagian dalam adalah suara latihan Karate yang diajarkan di Pos Komando Taktis, Entikong, Kalimantan Barat, ini.
![]() |
Senin (17/7/2017), menjadi pekan-pekan terakhir tentara asal Payakumbuh ini bertugas di perbatasan. Rutinitas pengabdian di zona damai ini memperlihatkan sisi humanis tentara yang terkenal garang bila sedang mengangkat senjata itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak November 2016, kegiatan tentara lebih banyak diisi dengan kegiatan membaur dengan masyarakat, seperti melatih Karate untuk anak-anak setempat, membantu kegiatan di sekolah, hingga mengajar ngaji. Tentu saja patroli patok perbatasan sering dilakukan, minimal sebulan sekali dan paling banyak sebulan tiga kali.
![]() |
Melongok ke bagian dalam barak, delapan ranjang dan lemari berjejer rapi, mencerminkan ketatnya disiplin Peraturan Urusan Dinas Dalam yang diterapkan di sini. Penempatan selimut, tas, hingga helm sudah diseragamkan sedemikian rupa. Namun barang-barang personel Satgas Pamtas ini sebagian sudah dikemasi untuk dikirim pulang ke Payakumbuh, Sumatera Barat.
"Ini sudah mulai mengepak, yang sudah tidak dipakai lagi sudah dikirim sedikit-sedikit," kata Pratu Otong Darma (27) sambil menata barangnya di dekat ranjang.
![]() |
Bila balik ke Payakumbuh, Otong bakal bertemu kembali dengan istri yang telah dia tinggalkan selama sembilan bulan. Untuk Otong secara pribadi, perjumpaan dengan istrinya bakal terasa istimewa. Soalnya sembilan bulan lalu, dia meninggalkan sang istri dalam momen spesial.
"Seminggu setelah menikah, saya berangkat ke sini. Jadi saya seminggu saja bareng sama istri, hahaha...," kata Otong.
![]() |
Panggilan pengabdian untuk negara membuatnya siap untuk menjalani tugas, apapun situasinya, termasuk meninggalkan istri. Apalagi Otong juga sudah berpengalaman tugas di daerah yang jauh dari kampung halaman. Dia pernah bertugas di Ambon. Justru di Entikong ini, suasananya jauh lebih terjamin ketimbang di Ambon.
"Di sini lebih nyaman. Di Ambon itu istilahnya dulu tegang, karena pengamanan rawan. Kita ke pasar saja bawa senjata. Kalau di sini kan kita hanya mengamankan perbatasan saja. Selebihnya, hanya kegiatan teritorial bercampur dengan warga, mengajar anak SD, mengajar mengaji," kata putra Jawa Barat ini.
Bertugas di Perbatasan Indonesia-Malaysia ini dirasakannya sebagai hal yang mengasyikkan, soalnya prajurit bisa lebih membaur dengan masyarakat. Kadang mereka juga diundang menghadiri acara masyarakat setempat seperti Gawai Dayak atau hajatan masyarakat Melayu. Kejenuhan dalam bertugas menjadi tidak terlalu dirasakan.
Bila sedang kangen dengan orang tercinta di rumah, teknologi sudah menyajikan solusi. Wifi yang dipasang di barak bisa digunakan untuk melakukan sambungan videocall. "Tapi kalau mati lampu, kadang-kadang kena roaming (karena sinyal Malaysia masuk) juga di depan situ," ujarnya.
![]() |
Selain kegiatan yang melibatkan masyarakat, detikcom juga melihat tugas-tugas penjagaan keamanan berupa razia alias sweeping di depan Pos Komando Taktis ini. Mobil-mobil dihentikan sejenak, barang-barang bawaan diperiksa. Penumpangnya ditanyai soal identitas dan kelengkapan surat-surat wajib.
Di Entikong, kerawanan yang paling menonjol adalah penyelundupan barang. Selain kasus penyelundupan, mereka juga pernah mendapatkan kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Ini diceritakan oleh penjaga pos bernama Sertu Endra Nur Eka di sela sweeping kendaraan yang melintas.
"Sebulan lalu ada kasus, kami ketemu orang dari arah Malaysia yang melintasi jalan tikus. Dia tak punya surat-surat," kata Endra.
Usut punya usut, dia bukan orang Malaysia, melainkan Warga Negara Indonesia yang telah bekerja sebagai TKI. Orang itu tak punya surat-surat karena segala macam dokumen dirinya ditahan oleh majikan di Malaysia.
"Dia melarikan diri lewat jalan tikus karena tidak digaji, dan surat-suratnya ditahan oleh majikan," kata Endra.
![]() |
Tak ada paspor maupun KTP yang dibawa orang itu. Hanya baju dua pasang saja yang dibawa. Duit-pun dia tak bawa. Padahal orang itu sudah sangat ingin meninggalkan kawasan perbatasan dan pulang ke Jawa Timur.
"Saya juga mau mengongkosi dia juga bagaimana, wong gaji juga kecil," kata Endra.
Akhirnya pihak Satgas Pamtas melaporkan kasus ini ke pihak Kantor Imigrasi. Dia mendengar kabar, orang itu akhirnya sudah diongkosi pulang ke Jawa Timur. Kasus seperti ini disebutnya tak hanya sekali dia temui, tapi sudah dua kali selama bertugas di Entikong ini.
Komandan Satgas, Letkol Inf Denny, mengatakan personelnya juga ikut membina kesehatan warga setempat. Kata dia, ada 4.000 orang yang berobat ke pihak Satgas Pamtas. Ada dua personel kesehatan di setiap pos.
![]() |
Selain tenaga kesehatan, ada pula tenaga pendidik untuk SD dan SMP. Bahkan di Dusun Bantan, Kecamatan Sekayam, Komandan Pos menjadi kepala sekolah untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pihak tentara memberdayakan PAUD yang saat mereka datang kondisinya sudah hampir tidak aktif.
"Karena PAUD itu tidak ada yang peduli. Terpaksa kita merekrut ada tiga guru dari sipil dan kita gaji. Gajinya ya 'begitu', karena kita tidak punya banyak uang untuk menggaji itu," kata Denny.
Untuk menggaji tenaga pengajar, para personel Satgas urunan merogoh kocek pribadi. "Ini berkorban betulan kita," tandas Denny.
Halaman 2 dari 2