"Kemarin kami buat survei tentang intoleransi dan radikal. Hasilnya, 0,4 persen penduduk Indonesia pernah bertindak radikal. Lalu, 7,7 persen mau bertindak radikal kalau memungkinkan. Di populasi maka 600 ribu pernah radikal dan 11 juta orang mau bertindak radikal. Itu jumlahnya sama seperti penduduk Jakarta dan Bali," kata Yenny dalam paparannya di simposium nasional di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).
Survei tersebut melibatkan 1.520 responden, dengan menggunakan metode multistage random sampling, margin of error 2,6%, dan tingkat kepercayaan 95 %.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang berkorelasi adalah perasaan kegelisahan dan depresi. Ini bukan cuma di Indonesia saja, tapi di banyak bangsa di dunia. Anak muda yang gelisah, yang ingin melakukan sesuatu, lalu itu yang ditawarkan ISIS, sense of heroism," tutur Yenny.
Lebih lanjut, Yenny juga menjelaskan ada yang berbeda dengan cara menyebarkan radikalisme di Indonesia. Di Indonesia, ujar Yenny, penyebaran lebih banyak melalui ceramah dan ustaz.
"Kalau di sini, kalau dia terpapar ceramah-ceramah yang berbau kebencian, pada ustaz yang mengajarkan jihad itu pergi perang. Jadilah orang yang rentan radikal. Orang terekspos kebencian juga gampang kena radikalisasi," ucapnya.
Karena itu, Yenny meminta masyarakat memastikan tidak ada muatan kebencian yang beredar di masyarakat. "Jangan biarkan ruang publik dikuasai mereka yang menyebarkan kebencian," tuturnya. (bis/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini