Peristiwa bermula ketika Rojali, marbot Musala Al-Hidayah, mencurigai MA telah mencuri amplifier milik musala. Rojali kemudian mengejar MA hingga ke Pasar Muara, yang berjarak 3-4 km dari musala.
"Di situ, dia (Rojali) berhasil memberhentikan MA, tapi tidak digubris oleh Saudara MA. Saudara MA tetap membawa kendaraannya dan mengencangkan motornya dan di suatu tempat dia terjatuh," terang Kapolrestro Bekasi Kombes Asep Adi Saputra kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dipastikan bahwa amplifier yang ada di tas ransel MA adalah milik musala, MA kembali berusaha melarikan diri. Saat itulah warga mengejarnya dan mengeroyok MA.
"Saudara Rojali langsung berlari lalu meneriakkan 'ini bukan maling motor, ini maling ampli' dan masih menurut keterangan Rojali, di saat itu dia masih bisa menemui Saudara MA. Di saat itu langsung dia (MA) berlutut mencium kakinya dan meminta maaf dengan kata-kata, 'Pak maaf...Pak Ustad, maafkan saya Pak Ustad' begitu kata Saudara MA," paparnya.
Namun warga semakin banyak yang berdatangan hingga tidak terbendung lagi oleh Rojali. Massa kemudian bersama-sama mengeroyok MA. Tapi Rojali tidak bisa menghentikan amuk massa yang kian banyak jumlahnya.
"Saudara Rojali tetap menghalau massa, tetapi jumlahnya sudah tidak berimbang, akhirnya terjadilah pengeroyokan yang mengakibatkan meninggal dunianya Saudara MA," tuturnya.
Polisi telah menangkap lima pelaku terkait pengeroyokan MA. Salah satu tersangka, SD (27), yang menyiram tubuh MA dengan bensin, terpaksa dilumpuhkan kakinya dengan timah panas karena berusaha melarikan diri saat diminta menunjukkan pelaku lainnya ketika ditangkap di Pandeglang, Banten, Selasa (8/8) malam tadi. (mei/idh)