Kabar pengungsi di jalan Jakarta itu di-posting oleh akun Shita ThaAulia di Facebook. Dalam posting-an, Shita menyebut para pengungsi tersebut ketakutan dan berharap mendapat perlindungan.
"Refugees sebenarnya ingin mencari suaka ke salah satu dari lima negara. Pihak imigrasi sampai 1 pekan ini masih bungkam. Entah apa masalahnya mereka juga tidak tahu. Saya bisa melihat secara psikologis mereka punya trauma berat sangat ketakutan butuh perlindungan," tulis Shita, Rabu (9/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
detikcom menelusuri kabar yang beredar luas di media sosial itu. Ternyata memang ada 36 pengungsi yang menempati trotoar di depan Rumah Detensi Imigrasi Jakarta, Jalan Peta Selatan, Jakarta Barat, tersebut. Sejumlah pengungsi dapat berbahasa Indonesia.
Salah satu pengungsi asal Afghanistan, Ali Reza, mengatakan dirinya dan pengungsi lain telah sepuluh hari tinggal di tempat tersebut. Selain dari Afghanistan, pengungsi berasal dari Sudan dan Somalia.
![]() |
"Sebelumnya selama satu tahun tiga bulan di depan UNHCR (Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi) di Kebon Sirih," kata Ali kepada detikcom, di lokasi, Rabu (9/8/2017).
Pantauan detikcom, tenda-tenda mereka terpasang tepat di atas trotoar di depan Rumah Detensi Imigrasi Jakarta. Sedangkan kondisi jalan cukup padat, truk-truk hilir mudik melintas.
Tenda itu adalah sumbangan komunitas Gerak Bareng tiga hari yang lalu. Sebelumnya, mereka tidur sembarang di trotoar. Separuh lebih dari mereka mengalami sakit. Kebanyakan merasakan sakit kepala dan sakit perut.
![]() |
"Ya, tidur biasa bergeletakan di trotoar di mana. Digigit nyamuk dan segala macam. Di sini ada 9 anak-anak dan empat perempuan. Lebih dari separuh dari kita merasa sakit. Sakit kepala, terus perut," kata Ali.
"Kemarin sempat ada dokter yang datang kemari. Dia memeriksa tensi darah, cek kesehatan, dan memberi obat. Yang paling parah itu ada satu perempuan tua, umur lebih dari 70 tahun tidak bisa makan," sambungnya.
![]() |
Ali dan pengungsi lainnya hidup mengandalkan bantuan dari masyarakat. Setiap hari ada saja orang yang memberi makan. Ia berharap segera mendapat pertolongan dari Imigrasi.
"Saya tidak punya apa pun. Makanan, pakaian, sepatu, semua diberi oleh orang yang datang ke sini. Kalau masalah makanan sudah rutin. Tapi kami ingin mendapat perhatian dari Imigrasi," ucap Ali. (aik/nkn)