"Selama regulasi belum diubah, saya setuju (hukuman mati-red) karena seluruh warga Indonesia setuju pidana mati," kata Ansori dalam wawancara terbuka di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (4/8/2017).
"Kalau hukuman mati dikaitkan dengan hak asasi, bagaimana?" tanya pimpinan KY, Farid Wajdi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ansori memaparkan dalam bukunya bila ia setuju pelaku kekerasan seksual bisa dihukum mati. Namun hukuman mati itu dijatuhkan dengan beberapa syarat.
"Kekerasan seksual bisa dihukum mati namun regulasinya harus diubah, apalagi yang residivis berulang-ulang. Nah saya sangat setuju," ujar Ansori.
"Kalau untuk korban, perlindunganya bagaimana? Kan selama ini pelaku dihukum dan korban diabaikan, Hakim harus bagimana?" cecar Farid.
"Dalam UU itu jelas bahwa saksi dan korban dapat perlindungan termasuk korban kekerasan seksual. Seharusnya dapat ganti kerugian. Kalau di Jepang itu sudah ada form, jadi nggak usah diminta korban, negara sudah bayarkan. Korban pidana umum maupun khusus harus dapat ganti kerugian dari negara kalau pelaku tidak sanggup membayar," jawab Ansori yang menggondol gelar SH dari Universitas Jember pada 1987 itu.
Namun menurut Ansori, faktanya di Indonesia belum ada lembaga perlindungan korban seperti di negara-negara lainya. (asp/rvk)