Ketika Isu PKI Mengalahkan Dinasti dan Korupsi

Ketika Isu PKI Mengalahkan Dinasti dan Korupsi

Sudrajat, Aryo Bhawono - detikNews
Jumat, 04 Agu 2017 10:41 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Selain dugaan politik uang, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pernah mengungkapkan isu komunis yang dilancarkan terhadap Rano Karno – Embay Mulya Syarif menjadi penyebab kekalahan duet tersebut dalam pemilihan gubernur di Banten. Ia merujuk calon gubernur Banten Wahidin Halim yang berpasangan dengan Andika Hazrumy yang kerap melontarkan isu komunis dalam kampanyenya.

Saat berkampanye di Lapangan Sun Burst Bumi Serpong Damai, Minggu, 15 Januari 2017, misalnya, Wahidin berujar, "Kita akan melawan PKI, kita semangat jihad melawan kebatilan. Di sini ada PKI, gak? Kita akan lawan PKI!"

Dia memang tak menyebut nama. Tapi yang disasar tentu lawan politiknya, Rano Karno, sang gubernur petahana. Ayah Rano, aktor kawakan Sukarno M Noer, disebut-sebut pernah aktif di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berafiliasi ke PKI. Padahal faktanya, Sukarno justru aktif di lembaga kebudayaan milik Nahdlatu Ulama (Lesbumi).

Kesaksian bahwa Sukarno M Noer bukan simpatisan PKI disampaikan langsung Rais Aam PBNU yang juga Ketua Umum MUI KH Maruf Amin. Kata dia, Sukarno bersama Jamaludin Malik, Usmar Ismail, dan Arsul Sani adalah pengurus Lesbumi, bagian dari NU.

Selain Maruf Amin, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengeluarkan surat dan instruksi yang isinya menegaskan bahwa PDIP setia kepada Pancasila serta tidak memiliki kaitan apa pun dengan PKI dan ideologi komunisme.

Semua itu seperti tak mampu meredam stigma PKI yang terlanjur berkembang di masyarakat Banten. Rano yang mengusung tema kampanye pemberantasan korupsi dan politik dinasti akhirnya tumbang. Kedua isu tersebut merujuk sosok Andika yang nota bene putra mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang menjadi terpidana sejumlah kasus korupsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isu PKI juga dialamatkan kepada Joko Widodo sejak masa kampanye pemilihan presiden 2014. Entah darimana logikanya, isu tersebut terus diolah bahkan dibukukan oleh Bambang Tri menjadi "Jokowi Undercover". Bambang belakangan divonis 3 tahun penjara karena tak dapat mempertanggungjawabkan informasi yang disebarkannya itu.

Berbeda dengan Rano, isu PKI tak berhasil menghadang laju Jokowi. Tapi entah kenapa, isu ini terus bergulir di media sosial setelah Jokowi menjadi Presiden. Menyikapi hal itu, Jokowi akhirnya bersuara. "Saya baru berumur empat tahun ketika PKI dibubarkan. Orang tua saya juga jelas, tinggal di desa mana, kampung mana. Begitu juga kakek dan nenek saya. Semua bisa dicek."

Sebetulnya isu PKI pernah dialamatkan kepada Soekarwo saat mengikuti Pilkada di Jawa Timur pada 2008. Dia yang berpasangan dengan Saifullah Yusuf lewat Partai Demokrat dihantam selebaran yang menyebut ayahnya aktif di salah satu organisasi di bawah PKI. Isu ini kembali muncul ketika duet Soekarwo – Saifullah kembali maju untuk mempertahankan kursi gubernur periode ke dua, 2013-2018.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit menyebut isu komunis memang kerap dimainkan sebagai kampanye hitam sejak Orde Baru. Mestinya di era Reformasi isu tersebut sudah tak 'bunyi' lagi sebab ideologi komunis di negara-negara asalnya sudah lama bangkrut. "Kalau saya sebut mereka yang menuding PKI itu adalah penyembah hantu. Hantu itu namanya komunisme," kata Arbi. (tor/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads