"Kemarin sudah saya lakukan survei. Ternyata yang tinggal di rusun itu yang usia produktifnya masih tinggi, masih 93 persen, masih bisa bekerja. Sekadar untuk berpartisipasi, itu kan sebetulnya bukan sewa, pemerintah masih memberi subsidi," ujar Saefullah di Balai Kota Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Saefullah berharap para penyewa rusun bertanggung jawab untuk membayar tunggakannya. Terlebih dengan harga sewa yang murah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dia ngerokok sebungkus sehari berapa? Rp 22 ribu lo rokok (per bungkus). Sepuluh hari saja sudah Rp 220 ribu. Kalau 30 hari udah Rp 660 ribu. Udah lebih (dari biaya sewa). Rokoknya dikurangi coba," tambahnya.
Saefullah tidak setuju bila tunggakan itu dihapuskan. Adapun langkah yang akan dilakukan Pemprov DKI adalah menagih kepada penunggak. Pemprov DKI pun memberi pilihan kepada para penyewa untuk mencicil tunggakannya.
"Sementara (Pemprov) tagih dulu. Cicil boleh. itu kan iktikad baik kalau cicil. Jadi, kalau niat tidak bayar, itu yang tidak baik," cetusnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti menyebut total tunggakan rusun di DKI mencapai Rp 32 miliar.
"Total tunggakan di 23 lokasi rusun sampai Rp 26 miliar pada Januari 2017. Untuk bulan Juni sudah meningkat jadi Rp 32 miliar," kata Meli, Senin (31/7).
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta Agustino Darmawan mengatakan banyaknya tunggakan disebabkan oleh rendahnya penghasilan penyewa. Selain itu, para penyewa tidak memiliki tabungan yang cukup.
"Ya, masyarakatnya memang nggak mampu karena penghasilannya rendah sekali dan mereka nggak punya saving. Itu yang menyebabkan pada nunggak," kata Agustino, Senin (31/7). (irm/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini