Mulanya, Syamsuddin membenarkan jika dirinya tahu Fahd adalah utusan dari mantan anggota DPR dari fraksi Golkar Zulkarnaen Djabar yang saat ini telah menjadi terpidana kasus korupsi pengadaan Alquran. Fahd kemudian menyebut nama Anggota Komisi VIII Said Abdullah ikut berperan dalam korupsi tersebut.
"Waktu itu Kemenag pertama tidak setuju, telepon beliau disadap? Isinya Pak Syamsuddin dapat telpon dari saya, telepon ke Pak Zul HP-nya diberikan ke Pak Said. Pak Said sekarang anggota DPR, Dulu Pak Said Banggar Komisi VIII. Isinya saya sudah telepon Pak Syamsuddin, itu pekerjaan Pak Said dan Pak Zul," urai Fahd di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Fahd bertanya ke Syamsuddin apakah proyek komisi VIII itu diputuskan secara kolektif di dalam rapat, yang kemudian dibenarkan oleh Syamsuddin. Fahd lalu menyebut jika pengadaan Alquran tahun 2011 memang mengklaimnya sebagai proyek DPR.
"Bapak bilang itu proyek komisi VIII diputuskan kolektif oleh rapat? Saya sependapat kalau 2011 kita nyolong DPR itu betul, kita klaim. Tapi Pak Syamsudin sering raker kalau mutusin anggaran keputusan bersama," papar Fahd.
"Iya," jawab Syamsuddin singkat.
Syamsuddin juga membenarkan jika tahun 2012 ada anggaran Rp 50 miliar untuk pengadaan Alquran yang bersumber dari dana optimalisasi. Fahd kemudian menanyakan apakah hal itu merupakan keputusan bersama.
"Tapi diputuskan bersama-sama," tanya Fahd.
"Pasti," kata Syamsuddin.
"Ada surat dari pimpinan komisi VIII," tanya Fahd lagi.
"Betul," jawab Syamsuddin singkat.
Fahd menyebut saat itu ketua komisi VIII saat itu dijabat Chairunnisa yang merupakan anggota Fraksi Golkar. Rupanya Syamsuddin juga mengetahui pernyataan Zulkarnaen Djabar tentang pembagian duit jatah pengadaan Alquran dibagikan sejumlah anggota DPR.
"Dibahas secara resmi Pak Zulkarnaen bahwa dibagi sesuai porsinya," tanya Fahd.
"Betul," jawab Syamsuddin.
Syamsuddin juga membenarkan jika berdasarkan data Ditjen Agama kebutuhan Alquran di Indonesia masih kurang. Dia juga menyebut atasannya juga pernah mengajukan permohonan pengadaan Alquran.
"Hitungan satu rumah tangga Muslim satu masih sedikit sekali," ucap Syamsuddin.
"Apakah betul 1:1000," tanya Fahd.
"Pak Rohadi almarhum sebagai direktur pernah menyurati saya untuk pengadaan Alquran sebesar 30 miliar," jelas Syamsuddin.
Syamsuddin menambahkan sebelum ada kasus yang menjerat Fahd, anggaran pengadaan Alquran hanya sekitar Rp 4-5 miliar. Dalam hal ini dia membenarkan pengadaan Alquran membantu mengisi kebutuhan masyarakat.
"Di luar konteks penyuapan apakah terbantu umat Islam," tanya Fahd.
"Program terbantu," kata Syamsuddin.
Fahd didakwa menerima suap seluruhnya Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus selaku Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia. Uang diterima beberapa kali yakni masing-masing Rp 4,74 miliar, Rp 9,25 miliar, dan Rp 400 juta.
Jaksa menjelaskan, uang tersebut diterima Fahd melalui Zulkarnain Djabar yang kala itu menjabat sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR setelah memenangkan perusahaan Abdul Kadir dalam proyek penggandaan Alquran di Kementerian Agama.
Akibat perbuatannya, Fahd didakwa melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan Pasal 65 KUHP. (ams/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini