Perjalanan yang normalnya bisa ditempuh 10-15 menit, ternyata memakan waktu dua jam, bahkan lebih pada jam sibuk. Misalnya saja dari Cawang ke Grogol (kurang dari 15 Km). Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves pernah menyebut masyarakat DKI Jakarta umumnya menghabiskan waktu minimal 3,5 jam di tengah kemacetan.
Kepala Seksi Simpang Tak Sebidang Dinas Bina Marga DKI Hananto mengatakan pembangunan keenam proyek tersebut sudah melalui studi kelayakan. Pemprov DKI berharap pembangunan infrastruktur ini bisa mengurangi kemacetan terutama di jam-jam sibuk.
"Untuk flyover yang melintasi perlintasan KA yaitu Bintaro dan Cipinang Lontar, selain untuk mengurangi kemacetan di persimpangan KA, juga untuk mengurangi potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas antara kendaraan dan angkutan kereta api," kata Hananto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Mengurangi (macet) tapi tidak menyelesaikan kemacetan (Jakarta) secara menyeluruh," kata Yayat saat berbincang dengan Detikcom, Senin (31/7/2017).
Menurut dosen planologi Universitas Trisakti itu, penanganan macet di Jakarta selama ini hanya dilakukan di simpul-simpulnya saja. Padahal semestinya di simpul-simpul pertemuan arus lalu lintas itu sejak awal dibangun underpass atau flyover. Namun yang terjadi di titik simpul itu justru dibangun traffic ligth.
"Traffic light membuat orang berhenti cukup lama, padahal harusnya orang tidak mengalami hambatan di jalan," kata Yayat.
Pemerintah, kata dia, terlambat dalam membangun underpass dan flyover di simpul-simpul pertemuan lalu lintas. Ini terjadi karena adanya koordinasi yang kurang baik dengan pemerintah pusat dengan Pemprov DKI.
"Jadi ini kan persoalannya kadang-kadang kewenangan siapa. Jalan provinsi atau pemerintah pusat?," sebut Yayat.
"Kalau sekarang diambil pemprov DKI karena mungkin mereka yang ada anggarannya," tambahnya.
Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin pernah mengungkapkan bahwa kemacetan lalu lintas yang makin parah di Jakarta menimbulkan kerugian secara ekonomi maupun non ekonomi dengan total hingga puluhan triliun rupiah.
"Warga Jakarta jadi boros dalam penggunaan BBM. Sementara perjalanan yang ditempuh jaraknya pendek. Selain itu juga rugi akan waktu, jadi mengalami ketidakpastian dalam pekerjaan. Biasanya kalau tidak macet, warga bisa kerja 100 persen, tapi karena macet kerjanya jadi 30 persen," tutur Ahmad. (erd/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini