"Selama satu tahun ini mereka beroperasi di Indonesia, mereka sudah meraup sekitar Rp 6 triliun. Total setahun untuk keseluruhan korban di China itu Rp 26 triliun," ujar Kombes Herry Heryawan, yang tergabung dalam satgas pengungkapan pelaku, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7/2017).
Herry menambahkan, mereka menghabiskan dana cukup besar untuk biaya operasional. Mereka menyewa rumah mewah dan membeli peralatan hingga kendaraan untuk melancarkan aksinya di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pelaku menyewa rumah sebagai tempat beroperasi mereka selama melakukan aktivitas. Mereka memasang peredam suara agar selama berkomunikasi dengan korban melalui pesawat telepon tidak terdengar ke luar.
Dalam aksinya ini, mereka membidik para korban yang terindikasi memiliki kasus di China. Setelah mendapatkan data-data para korban, mereka akan menghubungi korban dengan mengaku sebagai polisi atau jaksa.
"Kemudian dia telepon yang bersangkutan yang punya permasalahan, kemudian ada sendiri yang melakukan negosiasi dan dia mengaku sebagai jaksa dan polisi, lalu meminta imbalan seolah-olah kasusnya tidak berlanjut. Pelaku dari China dan korban dari China juga," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Total ada 145 WN China yang ditangkap secara serentak di tiga kota besar, yakni di Surabaya, Jakarta, dan Bali, pada Sabtu (29/7). Mereka selanjutnya akan dideportasi ke negara asalnya. (mei/dkp)