Pengamat UGM: Ada Campur Tangan Importir dalam Kasus PT IBU

Pengamat UGM: Ada Campur Tangan Importir dalam Kasus PT IBU

Usman Hadi - detikNews
Kamis, 27 Jul 2017 17:31 WIB
Pengamat UGM: Ada Campur Tangan Importir dalam Kasus PT IBU
Dekan Fak Pertanian UGM, Jamhari. (Foto: Usman Hadi/detikcom)
Yogyakarta - Dekan Fakultas Pertanian UGM, Jamhari, menilai penggrebekan beras di PT Indo Beras Unggul (IBU) bukan hanya persoalan hukum. Kasus itu juga dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi dan politik. Dia bahkan menyebut adat campur tangan para importir beras.

"Bisa dimaknai sebagai masalah ekonomi, hukum, atau masalah politik. Atau bisa juga kasus ini dilihat dari masalah teknis bercocok tanam," ujar Jamhari dalam konferensi pers di Ruang Multimedia Fakultas Pertanian UGM, Kamis (27/7/2017).

Dari berbagai sudut pandang itu, Jamhari menduga penggerebekan PT IBU tidak jauh dari persoalan ekonomi politik. Yakni ada campur tangan para importir beras.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya yakin banyak yang berkepentingan dalam kasus ini. Meskipun bukan barang tabu, ini ulah para importir. Setelah munculnya kasus ini, kasus PT IBU menjadi polemik nasional. Tapi saya melihat (kasus) ini tak lebih adalah ekonomi politik untuk impor," tegasnya.

Dengan kenyataan pedagang di pasar tradisional dan modern yang mayoritas menjual beras di atas harga eceran tertinggi (HET), akan ada upaya buat mengendalikan harga. Acuan harga di atas HET inilah yang bisa dimanfaatkan para importir untuk membisiki Pemerintah.

"Harga beras mahal (di atas HET) itu digunakan alat untuk membenarkan impor. Karena kan juga ada pengamat rabun dekat. Pengamat rabun dekat itu tahunya impor terus. Jadi kalau untuk menyelesaikan sesuatu (kenaikan harga), solusinya impor," ulasnya.

Karenanya Jamhari berharap polemik penggrebekan PT IBU tersebut tidak diakhiri dengan cara impor beras. Apalagi Kementan selalu mengklaim produksi beras dalam negeri mencukupi dan sudah beberapa tahun Indonesia tidak mengimpor beras.

"Jangan kemudian gonjang-ganjing ini diakhiri impor. Menurut saya solusinya bukan impor, tapi efisiensi produksi, efisiensi pemasaran," pungkasnya. (mbr/mbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads