Informasi ini berasal dari akun Facebook milik Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azaz Tigor Nainggolan. Salah satu poin yang dikritiknya ialah soal TransJ yang menghukum karyawannya karena salat.
"Kejamnya ibu tiri, lebih kejam manajemen Transjakarta. Karyawan jalankan shalat dihukum. Karyawan dikontrak terus berkali-kali dan bertahun-tahun tidak diangkat menjadi karyawan tetap," tulis Tigor di akunnya seperti dilihat detikcom pada hari ini pukul 17.55 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak pernah Dirut instuksikan, apalagi (beri) SP orang yang salat. Dirut tidak pernah telepon. Dirut tidak pernah tahu ada SP di bawah," kata Budi kepada detikcom, Selasa (18/7/2017).
Budi mengatakan, dirinya tidak menelepon. Dia hanya memberikan informasi ke grup WhatsApp (WA) yang berisi bagian operasional TransJ.
Ketika itu, Budi bertanya ke grup WA tersebut soal adanya penumpukan penumpang di satu halte TransJ. Informasi itu 'dilempar' ke grup WA agar bagian operasional TransJ bisa memberikan respons untuk melayani penumpang.
"Saat itu saya lewati rute di Jakarta, melihat ada satu halte yang penuh. Jadi saya terbiasa memberikan ke operation kalau ada halte yang penuh. Saya kasih tahu halte yang penuh, coba dicek itu rute yang di mana. Jadi petugas di control room bisa memberikan informasi dan mengirimkan bus lebih cepat," ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi kewajiban para pegawai di TransJ untuk melaporkan kendala pada pelayanan. Budi kembali mengatakan, dia tidak menelepon Mulyono.
"Kewajiban kami di TransJ, jika menemui hal yang dapat mengganggu layanan kita laporkan di grup. Jadi yang jawab bisa siapa saja. Tidak hanya Saudara Mulyono, bisa manajernya, bisa siapa saja. Jadi tidak benar kalau dikatakan saya telepon," ujar dia.
Budi juga meluruskan, Mulyono tidak mendapatkan SP3 melainkan SP2. Meski demikian, SP2 tersebut sudah dicabut dan Mulyono sudah mendapatkan rehabilitasi juga sudah dapat kembali bekerja. TransJ membentuk Tim Investigasi Etika untuk menelusuri kasus ini. (jbr/fjp)