Koalisi pimpinan Saudi mulai melancarkan operasi militer di Yaman sejak tahun 2015. Dalam konflik Yaman, Saudi mendukung pasukan pemerintah yang bertempur melawan pemberontak Houthi, yang beraliansi dengan Iran. Selama ini, Saudi dan Iran berkompetisi memperebutkan pengaruh di kawasan Timur Tengah, juga dalam mendukung kubu-kubu yang berlawanan dalam konflik Suriah.
Pada Mei lalu, Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman menyatakan bahwa perebutan pengaruh antara Kerajaan Saudi yang menganut Sunni dengan Iran yang menganut Syiah seharusnya berlangsung 'di dalam Iran, bukan di Arab Saudi'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu kami harap itu tidak terjadi ... Kita tidak harus bertempur; kita tidak perlu bertempur. Kita tidak perlu saling mengabaikan satu sama lain dari situasi di Timur Tengah," jawab Menlu Zarif, yang sedang ada di New York untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi PBB soal pembangunan berkelanjutan.
"Kami tentu berharap bahwa, jika kita tidak saling sepakat soal situasi di Yaman atau soal situasi di Yaman, kita masih bisa bekerja sama demi mengakhiri situasi itu," imbuhnya.
Sejak awal Juni, Saudi dan sekutunya seperti Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir kompak memutuskan hubungan diplomatik dan jalur transportasi dengan Qatar. Saudi cs menuding Qatar mendanai kelompok militan dan bersekutu dengan Iran. Tudingan itu telah dibantah oleh Qatar.
"Iran merupakan mitra serius dari negara-negara ini dalam memerangi musuh bersama, karena kita yakin pada akhirnya ... pasukan ekstremis ini yang menjadi ancaman bagi kami, menjadi ancaman lebih besar bagi mereka," sebut Menlu Zarif.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini