"Terorisme semakin mengancam dan membahayakan seluruh orang, dan perekrutan dilakukan melalui media sosial dan berbagai berita menyesatkan (hoax). Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar, bukan informasi yang provokatif," kata Meutya dalam keterangannya, Senin (17/6/2017).
Meutya menyebut penyebaran paham radikal saat ini memang sedang gencar-gencarnya. Oleh karena itu, pihak manapun yang tak mendukung langkah pemerintah yang komit melawan terorisme harus disikapi dengan tegas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Meutya juga mendorong pemerintah melakukan edukasi ke masyarakat, khususnya anak muda agar tak mudah terpengaruh paham-paham radikal. Termasuk edukasi soal berita hoax yang sedang marak tersebar di media online dan sebagainya.
"Melalui literasi media, masyarakat akan mampu menerjemahkan berita yang diterima sehingga kesalahpahaman tidak akan terjadi. Selain itu, masyarakat memahami sumber berita yang yang jelas validitasnya. Terakhir, masyarakat dapat menerima atau tidak isi berita tersebut dengan menggunakan logika," ungkapnya.
Meski demikian, Meutya mengaku mendapat info bahwa pihak Telegram akan segera berbenah diri usai diblokir Indonesia. Jika memang telah memenuhi permintaan Indonesia, dia mengatakan blokir Telegram boleh dibuka kembali.
"Saya dengar pencipta Telegram telah berjanji akan mengoreksi diri dan lebih kooperatif terhadap langkah pemerintah dalam menangkal gerakan-gerakan radikal maupun konten negatif. Jika sudah ada komitmen dan perbaikan sikap, saya rasa blokir dapat dibuka kembali oleh pemerintah," cetusnya. (gbr/bag)











































