Dalam putusannya, Selasa (11/07), Pengadilan Hak Asasi Eropa menetapkan larangan pemakaian niqab di tempat-tempat umum di Belgia tidak melanggar kehidupan pribadi, kebebasan beragama, dan kebebasan berekspresi.
Sebelumnya, larangan itu digugat seorang perempuan warga negara Belgia, Samia Belcacemi, dan seorang lagi dari Maroko, Yamina Oussar, yang beralasan aturan tersebut melanggar hak-hak kehidupan pribadi, kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi.
- Austria 'sepakat' larang niqab dan burka di tempat umum
- Tunjuk juru bicara berburka, organisasi Muslim Norwegia tuai kecaman
- Burkini dilarang di Cannes, Prancis, karena 'terorisme'
Dalam sidang, mereka mengatakan bahwa sejak peraturan larangan pemakaian niqab diterapkan di Belgia, salah seorang di antara mereka terpaksa tidak memakai niqab agar tidak dikenai denda dan ancaman hukuman penjara, sedangkan perempuan kedua memilih tidak keluar rumah sama sekali.
Menurut pengadilan, meskipun peraturan yang melarang pemakaian penutup wajah tersebut dapat berdampak pada perempuan Muslim tertentu dibanding orang-orang lain, peraturan itu sudah tepat.
Alasannya, pihak berwenang perlu menjaga ketertiban umum dan etos hidup berdampingan dan sekaligus mencegah ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
Bagaimanapun masih ada kesempatan banding dalam waktu tiga bulan ke Mahkamah Agung.

Pada 2011 parlemen Belgia mengesahkan peraturan larangan pemakaian penutup wajah penuh dan niqab agar polisi dapat mengindentifikasi orang, walaupun sebagian kalangan juga berpendapat pemakaian penutup wajah dan kepala itu merupakan simbol penindasan perempuan.
Sementara Maret 2017, pengadilan tinggi Eropa, Mahkamah Keadilan Eropa, EJC, memutuskan larangan pemakaian 'tanda-tanda politik, filsafat, atau agama apapun' seperti kerudung di tempat kerja, tidak boleh merupakan diskriminasi langsung.
Namun larangan itu, menurut EJC, harus didasarkan oleh peraturan internal perusahaan yang mensyaratkan semua karyawan 'berpakaian netral'.
(ita/ita)