Di Forum MK Eropa, Ketua MK RI Tegaskan NKRI Tak Bisa Ditawar

Di Forum MK Eropa, Ketua MK RI Tegaskan NKRI Tak Bisa Ditawar

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 02 Jul 2017 09:58 WIB
Ketua MK Prof Dr Arief Hidayat berbicara di forum MK Eropa (dok.mk)
Georgia - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Prof Dr Arief Hidayat menegaskan NKRI merupakan bentuk final yang tak bisa ditawar. Selaku Presiden MK se-Asia, Arief menyatakan hal itu karena latar belakang historis panjang Indonesia.

Dalam sambutan tersebut, Arief menyampaikan empat prinsip konstitusional dalam administrasi negara dan pemerintahan. Salah satunya ketentuan yang tidak dapat diamendemen dalam konstitusi.

"Dalam hal penentuan ketentuan yang tidak dapat diamandemen dalam konstitusi, pada umumnya berkaitan dengan bentuk dan sistem pemerintahan, struktur politik dan pemerintahan negara, ideologi fundamental negara, hak-hak dasar dan integrasi negara," kata Arief.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu disampaikan dalam sambutan di Kongres MK se-Eropa ke-17 di Batumi, Georgia pada 29 Juni sampai dengan 1 Juli 2017. Kongres itu dibuka oleh Presiden Georgia dan dihadiri oleh Perdana Menteri, Ketua Parlemen Georgia, Ketua MK Gerogia dan 41 anggota Asosiasi MK se-Eropa serta para undangan, antara lain, Presiden Asosiasi MK dan Institusi sejenisnya di Asia (Ketua MK RI), Presiden Asosiasi MK se-Afrika dan Presiden MK berbahasa Perancis.

"Salah satu alasan dimuatnya ketentuan tersebut adalah dilatarbelakangi atas pengalaman sejarah Indonesia yang pernah mengubah bentuk negaranya menjadi negara serikat atas dasar tekanan dari negara lain. Pasca dilakukannya perubahan bentuk negara tersebut, terjadi peningkatan gerakan separatisme di berbagai daerah untuk memisahkan diri dari Indonesia," ujar Arief.

Namun demikian, ketentuan tidak dapat diamandemen ini sebenarnya tetap dapat diamandemen sepanjang tidak terdapat perbedaan syarat atau proses amandemen berdasar ketentuan khusus tersebut. Amandemen terhadap ketentuan tidak dapat diamandemenmelalui proses yang dinamakan double amendment procedure.

"Artinya, terlebih dahulu dilakukan perubahan terhadap ketentuan yang memuat larangan mengubah pasal tertentu dalam konstitusi, baru kemudian dilakukan amandemen terhadap ketentuan yang sebelumnya tidak dapat diamandemen tersebut," papar guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.

Tiga prinsip lainnya yaitu konstitusi sebagai norma yang lebih tinggi, penetapan hierarki peraturan perundang-undangan dalam konstitusi dan terakhir judicial review terhadap amandemen konstitusi.
Di Forum MK Eropa, Ketua MK RI Tegaskan NKRI Tak Bisa Ditawar

Terkait isu pertama, Arief menyampaikan bahwa konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam negara, sehingga tidak boleh ada norma peraturan perundang-undangan lain yang kedudukannya lebih tinggi atau bertentangan dengan konstitusi. Namun demikian, dari perspektif teori norma, sebenarnya masih terdapat norma hukum yang lebih tinggi dari konstitusi yang disebut sebagai norma fundamental negara.

"Norma ini bersifat 'pre-supposed' atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan menjadi dasar bagi pembentukan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, norma ini terlebih dahulu ada sebelum terbentuknya konstitusi dan pada umumnya termuat dalam bagian pembukaan sebuah konstitusi," pungkas Arief. (asp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads