Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut dalam pernyataannya seperti dikutip kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dan dilansir Reuters, Jumat (23/6/2017), menyebut Warmbier sebagai 'korban kebijakan kesabaran strategis' yang diterapkan pemerintahan Presiden Barack Obama. Korut juga menyebut, pemerintahan Obama tidak pernah meminta pembebasan Warmbier.
"Fakta bahwa Warmbier meninggal tiba-tiba kurang dari seminggu setelah kepulangannya ke AS, dengan indikator kondisi kesehatan normal, juga menjadi misteri bagi kami," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut, yang tidak disebut namanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warmbier (22) ditangkap Korut pada Januari 2017, saat berkunjung sebagai turis. Dia divonis 15 tahun kerja paksa atas tudingan mencuri slogan propaganda dari hotel tempatnya menginap. Pekan lalu, Warmbier dibebaskan dan dipulangkan ke AS dalam kondisi koma. Pemeriksaan tim dokter AS menyebut Warmbier mengalami kerusakan otak parah. Warmbier akhirnya meninggal dunia di rumah sakit pada Senin (19/6) waktu setempat.
Lebih lanjut, Korut menyebut, tudingan-tudingan yang diarahkan terhadapnya soal Warmbier disiksa dan dianiaya selama di Korut, sebagai tudingan tidak berdasar. Korut mengklaim bahwa tim dokter yang dibawa utusan AS yang mengunjungi Korut pekan lalu, telah mengakui bahwa Korut memberikan bantuan medis pada Warmbier.
"(Korut) Memberikan perawatan medis dan menghidupkannya kembali saat jantungnya nyaris berhenti," imbuh juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut itu.
"Meskipun Warmbier seorang penjahat yang melakukan aksi keji terhadap DPRK, kami menerima permintaan pemerintahan AS saat ini yang diajukan berkali-kali, dan mempertimbangkan kesehatannya yang memburuk, kami memulangkannya atas alasan kemanusiaan," terang juru bicara itu. DPRK merupakan kependekan nama resmi Korut, yakni Republik Demokratik Rakyat Korea.
(nvc/ita)