"Kalau memang ada permintaan teman-teman dari DPR untuk menghadirkan paksa, kemungkinan besar tidak bisa kami laksanakan karena adanya hambatan hukum acara ini. Hukum acara yang tidak jelas," ujar Tito di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2017).
Baca juga: KPK Tolak Hadirkan Miryam, Pansus Angket: Ada Aturan Jemput Paksa
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP, maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa. Penyanderaan itu sama dengan penahanan. Bagi kami, penangkapan dan penahanan itu pro justitia dalam rangka untuk peradilan," tutur Tito memberikan tanggapan mengenai aturan dalam penjemputan paksa.
Polri, kata Tito, membuka diri mengenai pembahasan aturan penjemputan paksa dalam konteks UU MD3. Namun Polri hanya bisa melakukan penjemputan paksa dalam koridor pro justitia.
"Saya berprinsip bahwa silakan ahli-ahli hukum menyampaikan pendapatnya dan, yang kedua, mungkin juga dari DPR bisa meminta fatwa, mungkin dari MA agar lebih jelas. Yang jelas, dari kepolisian menganggap inilah hukum acaranya tidak jelas. Ini sudah merupakan upaya paksa kepolisian untuk selalu dalam koridor pro justitia," papar Tito.
Terkait dengan surat pansus angket KPK untuk menghadirkan Miryam Haryani, KPK mengirimkan surat yang dialamatkan ke DPR. KPK menolak menghadirkan Miryam dalam rapat Pansus Angket.
"Menurut pendapat KPK, upaya menghadirkan tersangka Miryam S Haryani dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung, maupun tak langsung dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau obstruction of justice (vide Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001) dan tersangka Miryam S Haryani saat ini sedang menjadi tahanan KPK," begitu isi surat KPK yang dibacakan Taufiqulhadi di pansus. (fdn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini