Baca Pleidoi, Eko Mengaku Permintaan Fee atas Arahan Kabakamla

Baca Pleidoi, Eko Mengaku Permintaan Fee atas Arahan Kabakamla

Aditya Mardiastuti - detikNews
Senin, 19 Jun 2017 14:18 WIB
Eko Susilo Hadi (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Eko Susilo Hadi menyebut permintaan fee ke PT Melati Technofo Indonesia (MTI) atas perintah Kepada Badan Keamanan Laut (Kabakamla) Laksamana Madya (Laksdya) Arie Sudewo. Eko merupakan mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla yang terjerat kasus suap.

"Saya bukanlah pelaku utama dari perkara ini. Dari keterangan di persidangan bahwa sebagai inisiator sekaligus pelaku utama Ali Fahmi Habsyi dan dari pihak perusahaan adalah Fahmi Darmawansyah dan saya melakukan tindak pidana ini atas perintah dari Laksmana Madya Arie Sudewo selaku Kepala Bakamla," kata Eko saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2017).

"Saya sebagai terdakwa tentu memohon keadilan dan permohonan JC dapat dikabulkan. Saya selaku terdakwa tidak memenuhi unsur kasus tersebut," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di awal pleidoinya, Eko mengaku mengetahui ada fee sebesar 15 persen untuk Bakamla dari proyek tersebut setelah diberitahu Arie. Dia kemudian diminta mengkonfirmasi ke pihak vendor, PT MTI.

"Saya tahu bagian fee kepada Bakamla sebesar 7,5 persen pada akkhir Oktober 2016 saya diberitahukan Kepala Bakamla Arie Sudewo dan diberitahu mengenai adanya fee 15 persen, dan 7,5 persen untuk Bakamla," papar Eko.

Pihak vendor yang diwakili Adami Octa membenarkan adanya fee tersebut dan menyanggupi akan memberikan jatah 2 persen lebih dulu. Kemudian hal itu dilaporkan Eko ke Arie yang kemudian memerintahkannya untuk membagikan uang itu ke Bambang Udoyo dan Nofel Hasan.

"Setelah saya laporkan, kemudian saya mendapat perintah untuk menerima jatah yang 2 persen, dan kemudian diperintah diberikan ke Bambang Udoyo dan Nofel Hasan kemudian dibagikan masing-masing sebanyak Rp 1 miliar," paparnya.

Eko menjelaskan perintah Arie itu disampaikan ke pihak MTI ketika melakukan kunjungan kerja di Jerman. Dia mengaku Bambang Udoyo dan Nofel Hasan juga sudah menerima uang 'amanah' dari Arie.

"Saat dilakukan FOB di Jerman, tim berangkat Senin 14 November 2016, saya hanya menyampaikan amanah Laksamana Madya Arie Sudewo bahwa dari jatah 2 persen disampaikan ke Bambang Udoyo Rp 1 miliar dan kepada Nofel Hasan Rp 1 miliar," paparnya.

"Selanjutnya amanah ini telah dilakukan oleh Muhammad Adami Octa dan Hardy Stefanus dan telah diterima Laksamana Bambang Udoyo Sin$ 100 ribu, Sin$ 5 ribu, pada tgl 6 des 2016. Dan Nofel Hasan sebanyak Sin$ 104500, pada 25 Nov 2016," sambung dia.

Eko kemudian menyebut orang yang berperan sebagai inisiator soal fee 15 persen adalah Ali Fahmi Habsyi yang dikenalnya sebagai staf khusus Kepala Bakamla. Sementara dari pihak swasta dirut PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah.

"Bahwa saya mengenal Ali Fahmi Habsyi sebagai staf khusus atau narasumber di Bakamla dan pengendalian tugasnya langsung di bawah Kabakamla," kata dia.

Di akhir pleidoinya, Eko mengaku sudah mengembalikan uang yang diterimanya ke negara. Dia juga memohon keringanan hukuman dari tuntutan jaksa sebesar 5 tahun.

"Uang yang saya terima seluruhnya sudah saya serahkan ke negara. Oleh karenanya saya mohon keringanan hukuman dari tuntutan yang telah dibacakan JPU," pintanya.

Dalam dakwaan, Eko Susilo Hadi meminta uang operasional kepada Adami sebesar USD 5.000 dan 5.000 euro. Namun Adami justru menawarkan dengan jumlah lebih besar, yaitu USD 10 ribu dan 10 ribu euro.

Eko kemudian disebut menerima uang USD 78.500 dan SGD 100 ribu dari Adami dan rekannya, Hardy Stefanus, di ruang kerjanya, gedung Bakamla, Jakarta Pusat, pada 14 Desember 2016. Tak lama kemudian, petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan.

(ams/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads