Buni Yani didakwa menghapus kata 'pakai' dalam video yang diunggah Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfomas) Pemprov DKI Jakarta. Video itu berisi tentang pidato yang disampaikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
"Terdakwa didakwa dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik," ucap jaksa Andi Muh Taufik saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macem-macem itu, itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohi gitu ya gak papa, karena ini kan panggilan pribadi Bapak-Ibu. Program ini jalan saja, jadi Bapak-Ibu nggak usah merasa nggak enak. Dalam nuraninya nggak bisa milih Ahok, nggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalau terima nggak enak dong, jadi utang budi. Jangan Bapak-Ibu punya perasaan nggak enak, nanti mati pelan-pelan lo kena stroke," ucap jaksa Andi mengutip pidato Ahok seperti dituliskan dalam dakwaan.
Pidato itu direkam Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta yang kemudian dipublikasikan pada 27 September 2016 dengan judul video '27 Sept 2016 Gub Basuki T Purnama Kunjungan ke Kep Seribu dlm rangka Kerja Sama dgn STP' ke akun YouTube Pemprov DKI. Durasi video itu 1 jam 48 menit.
"Bahwa terhadap rekaman video tersebut, pada Kamis, 6 Oktober 2016, terdakwa menggunakan handphone telah mengunduh atau men-download rekaman video tersebut. Kemudian tanpa seizin Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta telah mengurangi durasi rekaman video sehingga hanya tinggal 30 detik saja," ujar jaksa Andi.
Atas perbuatannya, jaksa Andi mendakwa Buni Yani dengan dakwaan pertama yaitu melanggar Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, Buni Yani didakwa menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal itu disebut jaksa Andi berasal dari posting-an Buni Yani di Facebook.
"Terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," ucap jaksa Andi.
Perbuatan Buni Yani itu didakwa jaksa Andi dengan dakwaan kedua, yaitu melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini