"Untuk penyampaian amanah dari beliau nggak sempat, ketemu Adami pagi, arahan (dari Arie Soedewo) siang. Saya sampaikan arahan itu di Jerman," kata Eko saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2017).
Eko, yang sebelumnya merupakan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla, mengaku berkunjung ke Jerman dalam rangka mengecek kesiapan satellite monitoring pesanan kantornya. Saat itu, Eko mengaku mendapat pesan dari Arie agar fee tersebut dibagikan kepada 2 pejabat di Bakamla, yaitu Laksamana Pertama (Laksma) TNI Bambang Udoyo (sudah berstatus tersangka di Puspom TNI) dan Nofel Hasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Saksi Sebut Deputi Bakamla Minta Duit Rp 2 Miliar Saat di Jerman
Eko mengatakan fee 2 persen itu diterima dari nilai kontrak sebesar Ro 222 miliar. Jaksa kemudian mencecar Eko, dari fee sebesar 2 persen, berapa total uang yang diterimanya.
"Dari 2 persen ini nilainya berapa," tanya jaksa KPK.
"Rp 4 miliar," tutur Eko.
Eko menambahkan permintaan uang itu disampaikan kepada Adami. Setelah uang Rp 4 miliar itu dibagikan kepada Nofel dan Bambang masing-masing Rp 1 miliar, dia mengaku tidak tahu sisanya akan diberikan kepada siapa.
"Saya suruhnya terima 2 persen, 1 untuk ini, 1 untuk itu. Sisanya pegang dulu. Saya dijatah berapa kurang tahu. Belum ada arahan dari beliau. Waktu di OTT belum saya sampaikan ke beliau (soal uang Rp 2 miliar)," katanya.
Selain membagikan fee kepada Nofel dan Bambang, jaksa menanyakan arahan lain dari Arie. Eko mengatakan Arie hanya menyebut sisa uang itu agar dipegang dulu.
"Pegang dulu, saya nggak tahu apakah diperintah untuk saya. Perintah pegang dulu," kata Eko.
Jaksa mencecar apakah uang Rp 2 miliar adalah jatah Eko. Jaksa juga bertanya bagaimana pembagian 7,5 persen.
"Disimpan apakah untuk jatah terdakwa," ucap jaksa.
"Itu duit Bakamla. Sekitar 7,5 persen itu Bakamla, bukan untuk saya. Kebijakan nanti untuk siapa saja saya nggak tahu," jawab Eko.
"Dari 7,5 persen dikurangi 2 persen sisa 5 persen. Jatah 5 persen itu jatah siapa," ujar jaksa KPK.
"Saya nggak tahu," jawab Eko.
Dalam surat dakwaan, Eko disebut jaksa mendapat arahan dari Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo untuk membagikan jatah sebesar 15 persen dari nilai kontrak kepada pejabat Bakamla lainnya.
Dua pejabat Bakamla yang dimaksud adalah Karo Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan serta pejabat pembuat komitmen Bambang Udoyo, yang masing-masing mendapat Rp 1 miliar.
Selain itu, Eko meminta uang operasional kepada Adami sebesar USD 5.000 dan 5.000 euro. Namun Adami justru menawarkan dengan jumlah lebih besar, yaitu USD 10 ribu dan 10 ribu euro.
Eko kemudian disebut menerima uang USD 78.500 dan SGD 100 ribu dari Adami dan rekannya, Hardy Stefanus, di ruang kerjanya, gedung Bakamla, Jakarta Pusat, pada 14 Desember 2016. Tak lama kemudian, petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan. (ams/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini