![]() |
Pantauan detikcom, pada Selasa 30 Mei 2017 malam, salah satu warung berada sekitar lima meter dari pinggir jalan. Untuk menuju lokasi itu, harus melintasi jalan tanah yang menurun.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Saya baru tiga bulan datang ke Jakarta. Kos di Kedoya. Jadi tidak merasakan di sana (Kalijodo sebelum dibongkar untuk RPTRA pada awal 2016)," cerita Wati di warung tersebut.
Wati bukanlah pemilik warung tersebut. Demikian pula dengan segerombolan lelaki yang duduk di salah satu meja. "Bos jarang ke sini," ucap Wati.
Wati mengeluh tamu yang datang pada malam itu sepi. "Pas hari pertama atau kedua puasa itu ramai," kata dia.
Suasana sepinya malam membuat Wati memainkan lagu dari ponsel pintar miliknya. Memang, kondisi sepi terasa di kolong tol. Tidak ada dentuman musik keras seperti pada diskotek-diskotek, atau klub malam.
Menurut Wati, warung ini berdiri dua minggu terakhir. "Katanya sebelumnya pernah dibongkar terus dibikin lagi," kata Wati.
Tanpa malu-malu, Wati dan beberapa perempuan di sekitar warung menjajakan diri. Tindakan tersebut dilakukan di dalam warung yang memang sudah tersedia kamar. "Ngamar dulu, yuk," ajak Wati kepada salah satu pelanggan sambil memegang tangannya.
Berulang Kali Digusur
Warung-warung hanya sebagian kecil bangunan semi permanen di kolong tol tersebut. Terdapat rumah-rumah semi permanen atau biasa disebut bedeng.
Jika siang hari akan nampak aktivitas di bawah tol. Ada masyarakat yang beristirahat atau membuat bangunan semi permanen baru.
Bangunan tersebut tumbuh cepat setelah dilakukan penggusuran beberapa kali. Bahkan, saat Kalijodo digusur pada awal 2016, kolong tol pun digusur.
![]() |
"Sebelum pemilu (pernah digusur). Terus habis pemilu ada lagi. Tapi cepat dia bangunnya. Namanya juga bedeng-bedeng begitu," kata Camat Penjaringan, Jakarta Utara, Mohammad Andri, saat dihubungi detikcom, Selasa (30/5/2017).
Andri mengatakan penggusuran akan kembali dilakukan. Tetapi, pihaknya harus membagi-bagi konsentrasi penjagaan. "Kami kan terlalu banyak titik yang diamankan. Kalijodo 24 jam terus Waduk Pluit. Saya, tingkat kota, provinsi, sudah turun. Itu berkali-kali (penertiban)," ucap Andri.
Andri menilai solusi yang paling pas adalah memanfaatkan lokasi dibawah kolong tol tersebut. Aset di kolong tol merupakan kepemilikan dari pengelola tol Jasa Marga. "Kita minta Jasa Marga mengggunakan untuk apa. Kuliner atau lahan parkir. Dia keluarin lah biayanya," tutur Andri. (aan/fjp)