Berikut peta MK di kasus tersebut sebagaimana dirangkum detikcom, Senin (15/5/2017):
Pemohon:
Judicial review UU Adminduk diajukan oleh empat orang Penghayat Kepercayaan, yaitu:
1. Nggay Mehang Tana.
2. Pagar Demanra Sirait.
3. Arnol Purba.
4. Carlim.
![]() |
UU yang Diuji:
Para pemohon menggugat Pasal 61 Ayat 1 dan Ayat 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan pasal di atas, maka Penghayat Kepercayaan tidak tertulis dalam kolom agama di KTP. Dampaknya, para penggugat mengaku mendapatkan diskriminasi dari negara. Penghayat Kepercayaan meminta pasal di atas diuji apakah konstitusional atau tidak.
Sikap Pemerintah:
Pemerintah tidak mempertahankan UU yang diuji, malah mendukung pemohon dan meminta MK memberikan alasan konstitusional apabila kebijakan Penghayat Kepercayaan masuk dalam kolom agama di KTP.
![]() |
"Pemerintah memohon pada Mahkamah Konstitusi untuk dapat memberikan pertimbangan konstitusionalitas atas pengaturan terkait kolom agama dalam rangka menentukan arah kebijakan yang lebih baik bagi pemerintah selaku penyelenggara negara," kata Mendagri Tjahjo Kumolo- Menkum HAM Yasonna Laoly dalam jawaban legal opinion yang dibacakan di MK.
Sikap Para Hakim Konstitusi:
Meski vonis belum diputuskan, tetapi sepanjang pemeriksaan yang berlangsung terbuka, dapat dibaca berbagai pandangan para hakim konstitusi. Berikut sebagian pandangan tersebut:
![]() |
1. Ketua MK Arief Hidayat
Pandangan Arief atas materi uji materi tersebut disampaikan dalam sidang terakhir pada awal Mei 2017.
"PNPS mengakui ada agama resmi. Kemudian, ada dari sekelompok yang asli mengatakan, 'Lho, yang berasal dari asing malah diakui'. Kan kita tahu semua, yang keenam keyakinan atau agama itu kan asing sebetulnya, kalau kita mau jujur. Dari yang asing diakui, tapi kalau agama leluhur yang genuine yang asli Indonesia kenapa tidak diakui?" kata Arief.
Bila dihubungkan dengan ideologi negara, menurut Arief, proses mengangkat kebinekaan, kepercayaan Indonesia, atau ketakwaan orang Indonesia yang religius melalui proses yang panjang. Kemudian diangkat dan dikristalisasi menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam perkembangan negara modern, terdiri dari dua aliran yaitu sekuler (memisahkan agama dengan negara) dan negara agama (mengintegralkan agama dan negara). Tapi di Indonesia, tidak kedua-duanya. Hal itu dinilai menjadi tolak ukur UU Adminduk apakah diskriminatif atau tidak.
"Tapi, Indonesia kayaknya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa itu mencoba untuk menyinergikan, menyinergikan berbagai keyakinan orang Indonesia yang religius itu diangkat menjadi norma atau prinsip yang disebut Ketuhanan Yang Maha Esa," ucap guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.
2. Hakim konstitusi Maria Farida Indrati
Pemikiran Maria sempat tersampaikan saat sidang berjalan di awal. Maria menegur pemerintah agar serius atas perkara tersebut karena menyangkut hak asasi manusia.
![]() |
"Ya, saya rasa untuk Pemerintah juga. Bahwa kalau itu hanya suatu implementasi dan kemudian harus mengatakan dikosongkan dan sebagainya, tidak akan mungkin ada permohonan seperti ini. Karena dalam kenyataannya memang aliran kepercayaan itu ada dan itu ada sebelum agama-agama itu datang sehingga kita harus juga melihat bahwa kenyataan itu ada, mereka ada," kata Maria.
3. Hakim konstitusi Saldi Isra
Saldi dalam persidangan terakhir mempersoalkan teknis penulisan di KTP, bila nantinya Penghayat Kepercayaan diakui di kolom agama. Dengan banyaknya jenis Penghayat Kepercayaan, apakah nantinya tidak akan membuat kesulitan administrasi penulisan di KTP.
![]() |
"Pertanyaan saya tadi yang diperlukan, apakah mencantumkan kepercayaan atau penghayat itu di dalam KTP? Atau yang paling kita pentingkan sekarang adalah mengidentifikasi secara jelas kelompok-kelompok penghayat atau penganut kepercayaan itu?" tanya Saldi.
4. Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna
Palguna menggali tujuan politik hukum pencantuman kolom agama bagi Penghayat Kepercayaan. Hal itu ditanyakan ke ahli.
![]() |
"Sebenarnya yang mau saya tanyakan itu begini, adakah kaitan antara politik rekognisi yang ahli sampaikan tadi itu dengan tujuan legitimasi yang hendak dituju sebenarnya oleh negara? Apakah itu negara ataukah sebenarnya itu bagian dari kepentingan suatu rezim dalam suatu periode tertentu?" kata Palguna.
5. Hakim konstitusi Patrialis Akbar
Patrialis Akbar mempertanyakan esensi Penghayat Kepercayaan dari kacamata 'agama', bukan menggali hak Penghayat Kepercayaan dari sisi berkenegaraan.
"Siapakah rasulnya? Apa kitab sucinya?" tanya Patrialis pada sidang di bulan Desember 2016.
![]() |
Belakangan, Patrialis ditangkap KPK terkait dugaan jual beli putusan UU terkait kuota sapi. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini