"Ide kita membuat DPD dulu apa sih, apakah keterwakilan partai atau keterwakilan daerah? Kalau keterwakilan daerah mestinya ya dipisahkan. Kalau Anda partai ya Anda lewatnya yang DPR. Jadi harus ada aturan yang jelas. Kan kalau terjadi seperti kasusnya Pak OSO, kan jadi seperti banci ini. Ini daerah, tapi kok ada unsur partai di situ," kata Agus di tengah diskusi 'Membedah Rangkap Jabatan Pejabat Pemerintah' di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (4/5/2017).
Namun Agus mengungkapkan dia tidak bisa berkomentar banyak soal kelembagaan DPD. Ia kemudian mencontohkan soal lembaga serupa di Amerika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara logika, pejabat pemerintah, baik eksekutif maupun yudikatif, harus terbebas dari pihak mana pun, termasuk partai politik (parpol). Walau, parpol ini dulu mengusungnya. Menurut Agus, yang masih bisa membawa panji partai adalah anggota DPR.
"Memang yang masih mungkin memakai baju partai kawan-kawan di DPR karena di sana ada fraksi. Itu pun etika harus selalu dikontrol, standarnya harus ditegakkan," ucap Agus.
Pejabat publik terpilih harus menaungi elemen masyarakat agar tidak ada kecenderungan diskriminatif.
"Kalau kita bicara di situ, mesti ada aturan menyatakan bahwa seorang pejabat publik tidak boleh lagi masih berpartai," tuturnya. (nif/imk)