- Para aktivis ini bergerak meski tak ada duit yang dihasilkan. Yang membikin mereka bersemangat adalah obsesi menumbuhkan minat baca di lingkungannya.
Aktivis minat baca ini berkumpul di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017). Presiden Jokowi menanyai sebagian dari puluhan orang pegiat literasi dan pengelola taman bacaan masyarakat (TBM) dalam acara silaturahmi ini.
"Saya ingin mendengar perjuangan-perjuangan yang banyak tidak diperkirakan sebelumnya. Saya kira ini jadi sebuah perjuangan yang harus diangkat," kata Jokowi kepada mereka.
Puluhan orang di sini hanyalah sebagian dari seribu aktivis literasi yang tersebar di pelosok Indonesia, di kampung-kampung perkotaan sampai di pelosok desa.
 Foto: Danu Damarjati/detikcom |
Misbach di ManokwariPertama, ada Misbach Surbakti. Guru SMP ini berjuang meningkatkan minat baca di Manokwari, Papua Barat. Berkemeja merah, dia dipersilakan Jokowi menceritakan perjuangannya. Dia mendekati Jokowi membawa noken, tas rajut khas Papua. Jokowi kemudian mengalungkan noken ke lehernya.
"Kebetulan saya guru SMP di pinggiran Manokwari. Setiap tahun saya menerima siswa baru dengan kemampuan baca yang sangat rendah," kata dia.
Dia memperkirakan ada 10 persen siswa baru yang setiap tahun terdeteksi kurang begitu lancar membaca. Dia melaporkan masalah ini ke dinas pendidikan setempat.
"Tapi tidak ada tindak lanjut," kata Misbach.
Dia tak ingin menyalahkan pihak lain. Maka dia bergerak menyusun kekuatan bersama guru-guru yang satu visi. Buku-buku dia angkut dalam noken, diedarkan ke desa-desa untuk dibaca masyarakat. Nama kegiatan ini adalah 'Noken Pustaka'.
"Kami mendatangi tempat publik di sana, namanya
para-para. Jadi anak-anak tidak takut membaca buku. Kalau dibawa ke perpustakaan, mereka merasa asing, takut lantainya kotor, bukunya rusak," tuturnya.
Pria yang sudah berlogat Papua ini punya tiga ribuan buku untuk lima distrik di Manokwari. Dia menggunakan berbagai moda angkutan, tak terkecuali perahu, untuk mengedarkan buku-bukunya ke daerah yang tak terjangkau oleh sepeda motor.
"Kita mengedarkan buku dengan noken, sepeda motor roda dua, kuda, dan perahu," ujarnya
Kini minat baca di Manokwari dirasakannya sudah mulai meningkat. 'Noken Pustaka' yang dia gerakkan ternyata punya hasil yang baik. Namun koleksi bukunya belum cukup banyak untuk menjangkau kawasan.
"Senang tapi
abot, ndak duwe buku (senang tapi berat, tidak punya buku)," kata dia ke Jokowi.
 Foto: Danu Damarjati/detikcom |
Ulzi Tukang Jamu dan Pepustakaan KelilingMuhammad Ulzi adalah lulusan sekolah menengah pertama. Namun kesadaran soal penumbuhan minat baca dalam dirinya tak perlu diragukan.
Sambil berjualan jamu, dia mengedarkan perpustakaan keliling di kampung-kampung Sidoarjo, Jawa Timur. "Karena saya sadar betapa sulitnya mendapatkan buku bacaan," kata Ulzi, yang dulu tak melanjutkan sekolah gara-gara kesulitan biaya ini. Dia dulu adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara.
Kini dia meminta Jokowi memperhatikan dunia literasi. Buku-buku harus dibuat murah. Caranya dengan meniadakan pajak buku. BUMN-BUMN juga harus bergerak mendonasikan buku untuk masyarakat. Biaya pengiriman buku juga perlu dibikin murah.
"Tolong kalau bisa pajak buku-buku ditiadakan," pintanya ke Jokowi.
 Foto: Danu Damarjati/detikcom |
Perahu Pustaka Ridwan di MandarRidwan tak tanggung-tanggung berusaha menumbuhkan minat baca. Dia bergerak di kawasan Mandar, Sulawesi Barat, sejak tiga tahun lalu.
"Saya operasikan perahu pustaka. Daerah operasi kita di Selat Makassar, Kendari," kata dia.
Sudah tiga perahu pustaka dia luncurkan. Buku-buku yang diedarkan di perpustakaan kelilingnya adalah koleksi sendiri ditambah sumbangan. Ada 8.000 buku yang dia kelola. Selain memakai perahu, dia membawa buku menggunakan ATV menjelajahi daratan.
"Kalau di daratan pakai ATV. Kalau di lautan, alhamdulillah, tiap bulan kita selalu berlayar ke pulau-pulau kecil. Kalau ada listrik di pulau, kita putar film dokumenter menggunakan LCD yang kami bawa," tuturnya.
Tukang Jamu di Kawasan yang Dulu Terkenal ProstitusinyaKiswanti tak ragu bergerak di kawasan yang dulu terkenal lekat dengan prostitusinya, yakni di Parung, Bogor, Jawa Barat. Anak-anak dia selamatkan agar gemar membaca, mengetahui dunia yang lebih baik.
"Lebak Wangi yang sangat menyedihkan karena terkenal dengan adanya lokasi prostitusi. Hingga hari ini, ada kegiatan PAUD, setiap kali kami selalu menerima siswa yang tak mencantumkan nama ayahnya," tutur perempuan berkerudung ini di hadapan Jokowi.
Dia lahir dari ayah tukang becak dan
simbok tukang jamu di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia mendirikan perpustakaan di Lebak Wangi pada 1997, koleksinya kini sudah 1.700 buku, 30 persennya adalah sumbangan.
"Dulu saya keliling 1997, gendong jamu. Teriak jamu, jamu! Kalau mau sehat, beli jamu, kalau mau pintar, baca buku!" kata dia.
Ridwan Sururi dan Kuda PustakanyaNama Ridwan Sururi dan Kuda Pustaka barangkali sudah tidak terlalu asing lagi. Aksinya membawa buku untuk masyarakat sekitar memang fenomenal.
"Saya pakai kuda di sekitar Gunung Slamet. Karena medan di tempat saya itu susah,
nanjak," kata Ridwan dengan logat Jawa Ngapak di depan Jokowi.
Di sana, di Purbalingga, Jawa Tengah, lereng Gunung Slamet, tempat baca masih kurang. Dia kemudian berinisiatif mengadakan perpustakaan keliling memakai kuda. Bila pada dua setengah tahun lalu hanya 30 buku yang dipinjam sekali keliling, kini biasanya ada 150-200 buku yang dipinjam sekali keliling.
"Kuda ada lima ekor, kuda titipan. Yang biasa dipakai operasional ada tiga ekor," kata dia.
Dia biasa beroperasi sambil menyabit rumput di pagi hari. Siang hari, dia pergi ke sekolah dan memutar kampung mengedarkan buku bacaan. Sorenya, dia dan kudanya menyambangi pengajian anak-anak.
"Sekarang juga ada pelatihan komputer. Kendalanya nggak ada internet," kata dia.