'Izin Pimpinan' yang Diabaikan Fahri Hamzah saat Ketok Angket KPK

Hak Angket KPK

'Izin Pimpinan' yang Diabaikan Fahri Hamzah saat Ketok Angket KPK

Gibran Maulana Ibrahim, Hary Lukita Wardani - detikNews
Jumat, 28 Apr 2017 14:11 WIB
Ilustrasi DPR (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Ada teriakan 'izin pimpinan' sebelum Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetok palu untuk menyetujui usulan hak angket untuk KPK. Namun Fahri mengabaikannya.



Awalnya, anggota Komisi III dari Fraksi Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi menyampaikan usulan hak angket itu. Setelahnya, para anggota DPR dari Fraksi PKB, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat menyampaikan keberatannya. Fahri kemudian meminta persetujuan anggota dewan terhadap usulan hak angket itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Baik, kita kira dapat disetujui menjadi hak angket DPR RI, setuju?" ujar Fahri di sidang paripurna, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Permintaan persetujuan itu kemudian disambut intervensi dari anggota dewan. Terdengar cukup keras suara 'izin pimpinan' dari arah para anggota dewan. Namun Fahri mengabaikannya.

"Izin pimpinan, izin pimpinan," ucap salah seorang anggota dewan.

Seolah tak mendengarkan interupsi itu, Fahri langsung menyatakan bila hak angket disetujui. Kemudian dia melanjutkan ke acara selanjutnya yaitu pidato penutupan oleh Ketua DPR Setya Novanto.

"Baik kita kira sudah kita simpulkan kita menggunakan hak angket, terima kasih teman-teman. Dengan telah disetujui usul penggunaan hak angket anggota DPR RI terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi maka kita melanjutkan ke acara selanjutnya, pidato Ketua DPR RI," ujar Fahri.

Setelahnya, para anggota dewan dari sejumlah fraksi melakukan walk out (WO) dari ruang sidang paripurna. Langkah itu diambil lantaran sikap Fahri yang tidak menggubris interupsi.

"Jangan interupsi dulu setelah pidato pimpinan akan ada forum lobi," kata Fahri.

Saat itu, Ketua DPR Setya Novanto yang hendak menyampaikan pidatonya sempat terhenti atas aksi interupsi anggota DPR. Sebagian dari mereka memilih untuk keluar dari ruang sidang. Setelah itu, Setya Novanto melanjutkan pidatonya terkait penutupan masa sidang.

Hak angket tersebut digulirkan karena KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani dalam kasus korupsi e-KTP. Pansus angket akan dibentuk usai reses pada pertengahan Mei mendatang.

Tentang usulan hak angket itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat suara. ICW menilai persetujuan pengajuan hak angket terhadap KPK tidak sah.

Peneliti ICW Lalola Easter mengatakan pimpinan sidang paripurna yakni Fahri Hamzah tidak melakukan mekanisme angket yang diatur dalam Pasal 1999 ayat (3) Undang-Undang 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR/DPRD dan DPD.

Dalam aturan tersebut dipaparkan, usulan menjadi hak angket DPR bila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR. Keputusan juga harus diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

"Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah segera mengetok palu sidang untuk mengambil keputusan. Interupsi dari anggota-anggota yang menolak pengambilan keputusan sidang tersebut justru diabaikan. Alhasil, banyak anggota sidang yang walk out dan tidak turut dalam voting yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi PKB," papar Lalola dalam keterangan tertulis. (dhn/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads