Kasus Laundry Rp 78 Ribu, Linda Tidak Pantas Ditahan

Kasus Laundry Rp 78 Ribu, Linda Tidak Pantas Ditahan

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Selasa, 18 Apr 2017 18:30 WIB
Gang menuju rumah kontrakan Linda (edo/detikcom)
Jakarta - Direktur Lembaga Independensi Peradilan (LeIP) Astriyani melihat alasan penahanan Rosmalinda alias Ocha tidak logis. Aparat penegak hukum dinilai tidak mempertimbangkan dampak kerugian pemilik laundry.

"Masalah utamanya saat ini menurut saya adalah cara berpikir polisi, penuntut umum dan hakim yang masih kurang logis dan belum mempertimbangkan faktor lain dalam memproses perkara dan menjatuhkan pidana," ujar Astriyani saat ditemui detikcom Selasa (18/4/2017).

Astriyani menuturkan tindakan upaya paksa penahanan dalam penyelesaian perkara pidana tidak lagi logis. Sedangkan hakim yang berpikir dengan mekanisme pidana bersyarat atau percobaan hanya ada sedikit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal, banyak kejahatan yang pada dasarnya tidak bersifat sebegitu "jahat" atau berat, yang mungkin cukup dijatuhi pidana ringan, atau bersyarat," ujar Astriyani.
Kasus Laundry Rp 78 Ribu, Linda Tak Pantas Ditahan

Astiryani menilai aparat penegak hukum seharusnya dapat mempertimbangkan unsur selain hukum. Terlebih dengan kondisi rutan dan lapas yang over kapasitas.

"Misal faktor biaya yang harus dikeluarkan negara, kemampuan Ditjen Pemasyarakatan melakukan pembinaan dan proses re-integrasi sosial di tengah situasi overkapasitas sangat tinggi," paparnya.

Astriyani mengatakan over kapasitas Rutan dan Lapas di Indonesia mencapai ratusan ribu. Belum lagi anggaran untuk menyediakan bahan makanan bagi warga binaan yang mencapai Rp 1,02 triliun.

"Akibatnya, kondisi tahanan dan warga binaan di dalam menjadi tidak manusiawi. Banyak hak-hak dasar yang mungkin tidak terpenuhi oleh negara,"ungkapnya.

Tragedi keadilan seakan tak habisnya mewarnai wajah hukum Indonesia. Terakhir terungkap ada seorang pemilik laundry kiloan, Rosmalinda (35) harus menghuni bui 3 bulan penjara karena persoalan cucian seharga Rp 78 ribu.

Berikut beberapa catatan yang berhasil dirangkum detikcom atas kasus-kasus serupa, Selasa (18/4/2017):

1. Kasus Penjual Cobek

Penjual cobek miskin Tajudin harus meringkuk di penjara selama 9 bulan. Polsek Tangerang Selatan menjebloskan Tajudin dengan tuduhan mengeksploitasi anak dengan cara mempekerjakan mereka berjualan cobek, pada April 2016.

2. Kasus Kasir Karaoke

Seorang ibu rumah tangga, Sri Mulyati harus dijebloskan ke penjara sejak Juli 2011 atas tuduhan mengeksploitasi anak di bawah umur untuk bekerja di tempat karaoke di Semarang. Padahal, Sri hanyalah pekerja juga di tempat karaoke itu sebagai kasir.

3. Kasus Buruh Pabrik

Seorang buruh pabrik Krisbayudi dijebloskan dalam tahanan Polda Metro Jaya karena tuduhan terlibat kasus pembunuhan. Usai digelandang ke Polda Metro Jaya, Krisbayudi disiksa untuk mau mengakui skenario cerita pembunuhan versi polisi. Tidak hanya itu Kris juga disiksa oleh sesama tahanan.

4. Kasus 3 Nelayan Miskin

Tiga nelayan miskin dari Pandeglang, Banten, yaitu Damo, Misdan dan Rahmat harus merasakan dinginnya sel penjara gara-gara mencari udang dan ikan untuk keluarganya yang akan berlebaran.

5. Kasus Laundry Kiloan

Rose Lenny menyerahkan cucian kepada Rosmalinda pada Januari 2012. Tapi Rose tidak kunjung mengambil baju itu lebih dari setahun. Biaya cucian Rp 78 ribu dengan ketentuan Rp 3.000 per kg.

Pada awal 2013, Rose tiba-tiba menagih cuciannya dan Linda mengambil baju itu sudah dalam keadaan rusak dan kotor karena setahun tak kunjung diambil. (edo/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads