Di Sidang Brotoseno, Saksi Ahli Jelaskan Aturan Etik Penyidik

Di Sidang Brotoseno, Saksi Ahli Jelaskan Aturan Etik Penyidik

Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 03 Apr 2017 13:54 WIB
Foto: haris
Jakarta - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi AKBP Raden Brotoseno kembali digelar. Kali ini menghadirkan saksi ahli untuk dimintai keterangan tentang norma-norma etika.

Saksi ahli yang hadir memberikan keterangannya adalah Akreditor Utama Propam Mabes Polri, Irianto menjelaskan norma-norma etika ketika penyidik mendalami suatu kasus. Dalam persidangan, pengacara banyak mempertanyakan tentang dugaan pelanggaran kode etik.

Ia menjelaskan penyidik tidak diperkenankan bertemu dengan pihak yang terlibat dalam perkara yang sedang ditangani, maupun menerima gratifikasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seyogyanya itu dalam penyidikan, kita bertemu di luar kantor saja tidak diperkenankan. Apalagi kalau sudah ada pemberian berarti penyidiknya harus berani menolak," kata Irianto, di Pengadilan Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2017).

Ia menjawab pertanyaan pengacara terkait dengan mekanisme pengembalian uang gratifikasi. Ia mengatakan, gratifikasi harus dilaporkan ke inspektorat pengawasan umum Polri, kemudian nanti dilaporkan ke KPK maupun Kejaksaan yang nanti akan diteliti tentang sumber dana dan peruntukannya.

Akan tetapi, dia menegaskan bahwa penyidik dalam perkara tidak boleh menerima apapun. Saat ini menurutnya masih dilakukan penelitian terkait norma-norma etika, nanti setelah pidana akan diketahui apakah melanggar kode etik.

"Penyidik tidak boleh bertemu sama tersangka dan gratifikasi, itu ada di Perkap (peraturan kode etik Polri) nomor 14 tahun 2011, tentang kode etik," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, AKBP Brotoseno ditetapkan sebagai tersangka bersama penyidik Dittipikor Bareskrim Polri Kompol Dedy Setiawan menerima uang Rp 1,9 miliar dari advokat Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa. Uang tersebut digunakan untuk menunda kasus perkara korupsi cetak sawah yang sedang ditangani oleh Bareskrim Polri.

Salah satu pasal yang dikenakan kepada Kompol Dedy adalah Pasal 12 huruf b UU Tipikor. Pasal 12 huruf b berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

(van/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads