Sosiolog: Pengangguran Jadi Penyebab Maraknya Tawuran

Sosiolog: Pengangguran Jadi Penyebab Maraknya Tawuran

Noval Dhwinuari Antony - detikNews
Selasa, 07 Mar 2017 07:40 WIB
Sosiolog: Pengangguran Jadi Penyebab Maraknya Tawuran
Ilustrasi (Mindra Purnomo/detikcom)
Jakarta - Tingginya angka pengangguran dan anak putus sekolah di Ibu Kota dipandang sosiolog Paulus Wiroutomo sebagai penyebab maraknya tawuran antarwarga. Hal ini karena warga yang pengangguran dan anak putus sekolah tidak memiliki kesibukan yang bermanfaat selain menghabiskan waktu di lingkungan tempat tinggalnya.

"Hasil penelitian saya itu karena angka pengangguran yang cukup massal di suatu tempat atau di desa, ataupun di kampung. Itu karena mereka menganggur sehingga mereka itu ketika ada sesuatu yang menimpa temannya atau kerabatnya, dia ikut-ikutan mengurusi persoalan itu," ujar Paulus saat dihubungi detikcom, Senin (6/3/2017) malam.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak putus sekolah dipandangnya menjadi penyebab utama tawuran. Di usia yang rentan serta tidak adanya kegiatan yang bermanfaat, tawuran kadang dijadikan ajang untuk menunjukkan eksistensi diri.

"Mereka (anak putus sekolah) kumpul hingga tidak mengenal waktu, sedikit ada persoalan di temannya langsung tawuran. Di masyarakat yang orangnya terikat dengan pekerjaan, terikat dengan kesibukan sekolah, mereka pasti nggak mau mencampuri urusan yang menyebabkan tawuran seperti itu. Jadi kalau menurut saya, itu sebabnya," jelas Paulus.

Anak remaja dipandang Paulus perlu diberikan kegiatan bermanfaat untuk mengeluarkan energi positif yang dimiliki. Hal ini seperti ruang bermain dan tempat kegiatan untuk berkreativitas.

"Karena ada juga suatu keadaan di mana anak-anak remaja itu energinya tidak terlampiaskan dengan baik. Jadi di kampung yang begitu padat, dan sampai tidak ada ruang untuk tempat-tempat di mana anak-anak muda itu bisa mengeluarkan energinya. Jadi energinya tidak bisa dikeluarkan seperti untuk main bola," sebut Paulus.

Anak muda yang memiliki ruang aktivitas terbatas di permukiman padat penduduk kemudian menggunakan tempat umum untuk mengeluarkan ekspresinya. "Akhirnya mereka menggunakan jalan umum untuk main bola, untuk olahraga, untuk nongkrong, dan sebagainya. Sehingga ada orang lain yang terganggu kemudian tersinggung, maka jadilah tawuran itu lagi," pungkas Paulus. (nvl/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads