Kasus bermula saat Churcill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd membuat kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk melaksanakan eksplorasi tambang pada Januari 2007. Tapi pada 2010, Pemkab Kutai Timur membatalkan pada 2010. Atas pembatalan itu, Churcill Mining dan Planet Mining tidak terima dan menempuh jalur hukum.
Salah satunya yaitu membawa perkara ini ke lembaga arbitrase International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) yang berada di Washington DC. Gugatan itu didaftarkan pada 26 Desember 2012 dan mengantongi nomor perkara ARB/12/14.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua perusahaan itu menuntut Indonesia untuk membayar ganti rugi senilai USD 2 miliar atau setara dengan Rp 26 triliun. Belakangan gugatan diturunkan menjadi USD 1,31 miliar.
Perkara ini sendiri diadili oleh Presiden Majelis Tribunal ICISD Prof Gabrielle Kaufman-Kohler, Prof Albert Jan Van Den Berg dan Michael Hwang. Setelah bersidang cukup lama, akhirnya ICISD menolak gugatan tersebut.
"Atas dukungan dari seluruh teman-teman yang ditunjuk sebagai kuasa hukum pemerintah, Kemenkum HAM, dibantu Kejagung, BKPM dan Kemendagri di gugatan arbitrase internasional, pada tanggal 6 Desember kemarin, kita memenangkan ini buat pertama kalinya. Indonesia memenangkan gugatan asing dengan award (putusan). Jadi kita disamping memenangkan gugatan kita dapat kompensasi USD 8,6 juta. Di mana kalau kita kalah itu Rp 26 triliun yang kita harus bayar," ujar Menkum HAM Yasonna Laolly dalam konferensi pers di kantor Direktorat Jenderal Imigrasi, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2016).
Yasonna mengatakan Pemerintah Indonesia sempat diselimuti rasa kekhawatiran apabila kalah dalam persidangan tersebut. Namun dengan keyakinannya gugatan itu terus dilanjutkan hingga berkekuatan hukum tetap.
"Beberapa lama kita cemas, tapi kita yakin untuk fight terus. Ada upaya dilakukan out of court settlement, hal itu agar jangan sampai melalui putusan. Tapi karena kita sangat yakin, bahwa case kita ini kuat. Maka kita fight terus dan atas kerja keras dengan partner asing dan lokal kita menang," papar Yasonna.
Yasonna mengatakan nilai gugatan yang dimenangkan merupakan nilai terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Kemenangan ini juga telah dilaporkannya kepada presiden dan wakil presiden.
"Dulu kita pernah menangin Newmont tapi tidak dapat kompensasi. Tetapi kalau ini dapat kompensasi dan menang dari penggugat. Ini sudah dilapor ke Presiden, Wapres, Menkeu dan juga Kemenko Perekonomian. Ini capaian perlu kita pertahankan," papar Yasonna.
Yasonna mengatakan dalam perkara ini Indonesia menghabiskan biaya Rp 100 miliar. Biaya sebesar itu dikeluarkan untuk mendatangkan para ahli dari Amerika Serikat.
"Hampir Rp 100 miliar yang kita keluarkan, ini untuk menyelamatkan Rp 26 triliun piece of cake. Kita terus bawa saksi untuk meyakinkan, meskipun dari lobi-lobi internasional selalu mengatakan Indonesia lemah, mari kita out of court seattlement. Akan tetapi kalau case kita kuat kita pasti fight," imbuhnya.
Yasonna mengatakan pihaknya selalu meyakinkan kepada Menko Perekonomian untuk terus berjuang. Dirinya hanya bermodalkan intuisi dan pengalamannya di bidang hukum.
"Waktu itu kalaul kita kalah Rp 26 triliun, tapi kalau damai (ikutin lobi) Rp 5 triliun saja. Tetapi saya katakan saya presentase kepada Menko Perekonomian, kita harus fight. Saya percaya menang karena melihat bukti dan ahli dari AS, serta juga lawyer dan intuisi hukum, saya yakin case ini bener," paparnya.
Yasonna mengatakan kemenangan ini menjadi koreksi kepada Pemda dengan investasi asing. Kalau mereka lalai maka taruhannya ada negara.
"Ini menjadi koreksi pada pemerintah daerah banyak investasi asing yang kalau kita lalai, kita bisa digugat di luar negeri. Karena pengalaman kita adalah sering kalah, berharap ke depannya pemerintah daerah harus ketat memberikan izinnya. Agar tidak menimbulkan hal yang dapat digugat, karena kalau digugat angkanya enggak tanggung-tanggung," imbuhnya.
Yasonna mengatakan dengan adanya putusannya, investor asing harus mulai berpikir serius untuk mencoba bermain-main dengan kedaulatan hukum Indonesia. Karena pemerintah akan terus berjuang mempertahankan kedaulatan hukumnya, khususnya dalam dunia investasi.
"Sering terjadi dalam kasus seperti ini. Ada investor tidak beritikad baik, buat investasi kemudian tinggalkan dan dicabut serta digugat memanfaatkan kondisi memanfaatkan exit out of court seattlement. Karena kita dinilai tidak berpengalaman pada gugataan internasional, tetapi dengan ini kita tunjukan untuk bisa fight," pungkasnya (edo/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini