Filipina sendiri selama ini masuk dalam daftar negara yang berbahaya bagi jurnalis. Seperti dilansir Reuters, Kamis (13/10/2016), satgas khusus ini terdiri atas jajaran menteri kabinet Duterte, kepolisian, pejabat pertahanan dan juga pejabat kehakiman Filipina.
Sekretaris Komunikasi Kepresidenan Filipina, Martin Andanar, menyebut satgas ini diberi waktu sebulan untuk mengumpulkan daftar kasus-kasus luar biasa, sebelum melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Filipina memiliki lingkungan liberal untuk media di kawasan Asia. Namun kekerasan terhadap jurnalis cukup sering terjadi, dan penyelidikan atas kasus pembunuhan terhadap jurnalis jarang terselesaikan dengan baik atau dibiarkan menggantung karena kurangnya saksi mata.
"Alasan mengapa presiden menginginkan perintah administratif menjadi prioritas nomor satu, karena dia peduli pada Anda, untuk kita," terang Andanar dalam konferensi pers kepada wartawan setempat.
"Dan dia mempercayai kebebasan pers," imbuhnya.
Baca juga: Mantan Presiden Filipina Fidel Ramos Sangat Kecewa pada Duterte
Perintah itu ditandatangani langsung oleh Duterte pada Selasa (11/10) waktu setempat. Dalam perintah itu, terdapat juga pembentukan panel khusus yang bertugas mengawasi penyelidikan oleh satgas dan juga pengumpulan masukan dari sumber nonpemerintah, seperti kelompok HAM dan asosiasi jurnalis.
Ditambahkan Andanar, satgas itu juga akan memantau awak media yang berada dalam bahaya dan memberikan perlindungan itu mereka.
Dalam tiga dekade terakhir, tidak sedikit jurnalis yang tewas dibunuh di Filipina. Kebanyakan yang menjadi korban adalah penyiar radio dan motifnya terkait dengan ulasan maupun pemberitaan soal politik di tingkat provinsi, yang cenderung berbahaya di Filipina.
Baca juga: Duterte Menantang CIA untuk Melengserkan Dirinya
Sedikitnya terdapat 31 jurnalis dari total 57 orang yang tewas dalam pembantaian massal di Provinsi Maguindanao tahun 2009 lalu. Mereka tewas saat meliput pemilu daerah yang sarat persaingan dan konflik politik.
Komisi Perlindungan Jurnalis (CPJ) menempatkan Filipina di posisi ke-4 dalam daftar negara dengan praktik impunitas, atau pengampunan hukum terbesar di dunia. Atau dengan kata lain, dalam kasus pembunuhan jurnalis, pelakunya bisa bebas tanpa dihukum.
(nvc/ita)











































