Dalam pemungutan suara, 97 anggota Senat menolak veto Obama dan hanya 1 anggota yang menyetujuinya. Diikuti kemudian oleh House of Representatives atau DPR AS yang menolak veto itu dengan 348 suara menolak dan hanya 77 suara menerima.
Ini merupakan pukulan bagi Obama yang telah melobi keras untuk menggagalkan UU yang dikenal sebagai "Keadilan Melawan Pendukung Aksi Terorisme (JASTA)" itu. Obama menyebut putusan Senat pada Rabu, 28 September waktu setempat itu sebagai "preseden berbahaya.'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurut Obama, keputusan itu akan membahayakan kepentingan nasional AS. Dikatakan Obama, negara-negara lain bisa menggunakan UU tersebut sebagai dalih untuk menuntut para diplomat AS, anggota militer atau perusahaan-perusahaan.
Obama mengatakan, UU baru ini akan membuat sebuah negara tak lagi "kebal" terhadap tuntutan hukum baik perdata maupun pidana. Artinya, jika warga AS bisa menuntut sebuah negara di luar negeri, maka hal sebaliknya juga bisa dilakukan warga atau pemerintah negara lain terhadap AS.
UU ini diresmikan parlemen AS lewat voting pada Jumat (9/9/2016) lalu, sekitar empat bulan setelah rancangannya diloloskan Senat dan hanya dua hari sebelum peringatan tragedi 11 September yang ke-15 tahun.
Saudi merupakan salah satu sekutu terkuat AS di Timur Tengah, namun 15 dari 19 pelaku serangan 9/11 berasal dari negeri itu. Karenanya, pemerintah Saudi telah berupaya keras agar UU tersebut tak diberlakukan.
Keluarga para korban 9/11 yang telah berkampanye untuk UU ini, yakin bahwa pemerintah Saudi punya andil dalam serangan teroris 11 September di AS, yang menewaskan hampir 3 ribu orang. Sebanyak 15 dari 19 pembajak dalam serangan 9/11 itu memang merupakan warga Saudi, namun keterkaitan dengan pemerintah Saudi belum pernah terbukti. Pemerintah Saudi sendiri telah membantah keterkaitan dengan para pembajak.
Dengan hasil pemungutan suara Kongres AS ini, maka UU ini akan disahkan di AS dan keluarga korban 9/11 pun bisa menggugat pemerintah Saudi.
(ita/ita)