Ajakan disampaikan oleh Delegasi RI pada hari pertama The 10th Meeting of the Open Ended Intergovernmental Working Group on Asset Recovery (Sidang ke-10 Kelompok Kerja Pemulihan Aset) di Wina, (25/8/2016) waktu setempat.
Mengingat dampak buruk bagi upaya pemulihan aset dari hasil korupsi, Delegasi RI juga menekankan pentingnya kemauan politik dan komitmen nyata negara, di mana aset hasil tindak pidana itu ditempatkan dalam membantu negara yang memerlukan bantuan.
![]() |
Sebelumnya Delegasi RI menyampaikan bahwa upaya pemerintah RI untuk mengejar dan mengembalikan aset hasil korupsi di luar negeri telah menghadapi tantangan dan hambatan berupa perlawanan dari para pelaku korupsi untuk mempertahankan asetnya dan menghindari proses hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan tersebut, Delegasi RI juga menyampaikan apresiasi kepada negara dan yurisdiksi asing yang selama ini telah turut mendukung dan membantu upaya asset recovery yang dilakukan oleh Pemerintah RI.
Dalam sidang ini beberapa delegasi negara antara lain Kuwait, RRT, Afrika Selatan, Nigeria, Lebanon, Rumania, Pakistan, Iran, Algeria, Saudi Arabia, dan Bangladesh juga memiliki pandangan yang sejalan dengan Delegasi RI.
Sidang ke-10 Kelompok Kerja Pemulihan Aset yang berlangsung hingga 25 Agustus 2016 tersebut dihadiri lebih dari 300 delegasi dari 97 negara pihak, serta wakil dari organisasi regional dan internasional.
Kelompok kerja dimaksud dibentuk untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan pengalaman di antara negara mengenai tindakan dan kebijakan pemulihan aset terkait implementasi The United Nations Convention Against Corruption/UNCAC (Konvensi PBB Melawan Korupsi).
Delegasi Indonesia dalam sidang ini dipimpin oleh Duta Besar/Wakil Tetap RI Wina dan beranggotakan Utusan Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan KBRI/PTRI Wina.
(es/jor)