Kasus ini bermula saat Ozias dugem di sebuah diskotek di Menteng, Jakarta Pusat, pada 2001. Di dunia gemerlap itu ia berkenalan dengan Jefry dan dimulailah perbincangan bisnis gelap narkoba. Jefry menawarkan Ozias untuk mengambil heroin di Pakistan dan disanggupi Ozias. Sebagai imbalannya, Ozias akan diberi USD 1.000 jika heroin sampai di Indonesia.
Pria kelahiran 1 Oktober 1973 itu kemudian terbang ke Pakistan dan menginap di Hotel Sara, Pakistan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ozias bergegas menuju ruang kedatangan tetapi petugas tidak lengah. Petugas Bea Cukai curiga dengan lagak Ozias dan menggeledahnya. Tapi tas dan baju tidak ditemukan apa-apa. Aparat tidak mau luput dan mencurigai perut Ozias.
Kemudian perut Ozias diperiksa dan dibawalah Ozias ke RS Centra Medika untuk di-rontgen. Ternyata, terdapat butiran-butiran panjang di dalam perut Ozias. Aparat meminta Ozias 'bertelur' dan benar ternyata Ozias 'bertelur' heroin. Setelah ditimbang, total heroin sebesar 850 gram.
Ozias kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh PN Tangerang pada 13 Agustus 2001. Hukuman ini di atas tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara seumur hidup.
Hukuman mati itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada 25 Oktober 2001 dan majelis kasasi pada 15 Agustus 2002. Upaya luar biasa juga telah ditempuh Ozias dengan mengajukan permohonan kembali (PK) tetapi kandas.
"Menolak permohonan PK," putus majelis PK sebagaimana dikutip dari website MA, Rabu (27/7/2016).
Putusan itu diketok pada 30 Juni 2010 oleh ketua majelis M Saleh dengan anggota Takdir Rahmadi dan Soltoni Mohdally. Bagaimana dengan grasi yang diajukan Ozias? Presiden Joko Widodo tidak menggubrisnya. (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini