Apakah Kapolri Jenderal Tito Karnavian setuju soal hal itu?
"Perlu disikapi dulu, dipahami dulu, penindakan itu kan upaya yang mengandung risiko," kata Tito kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konteks penegakan hukum, lanjut Tito, semua tindakan yang mengakibatkan seseorang meninggal atau terluka harus dipertanggungjawabkan. "Harus dipertanggungjawabkan sampai kapan pun, lalu dilakukan oleh aparat negara maka kita harus berhati-hati dengan rambu-rambu undang-undang tentang HAM," ujarnya.
Sebab, kata Tito, UU tentang HAM tidak memiliki kedaluwarsa dan bisa berlaku surut. Sehingga, aparat negara yang menindak dan mengakibatkan seseorang meninggal dunia atau terluka, itu sebaiknya dilakukan dengan langkah-langkah yang secara tata hukum berlaku di tingkat nasional dan dapat dibenarkan sesuai aturan.
"Misalnya kalau ada perlawanan, kemudian dalam rangka pembelaan diri. Karena kalau tersangka meskipun dia teroris pun kalau tidak melakukan perlawanan itu tidak boleh dilakukan tindakan berlebihan. Harus berlandaskan azas proporsional," paparnya.
"Nah ini anggota-anggota kita perlu berlatih, penegak hukum dilatih untuk itu, untuk melakukan tindakan-tindakan proporsional.
Kalau doktrin dari teman-teman TNI umumnya yang saya pahami kill or to be kill," tambahnya.
Di samping itu, lanjut Tito, ada juga soal tata cara penindakan. Seperti setiap Polri menindak, setelah itu pasti dilakukan olah TKP. Dalam olah TKP perlu dilakukan teknis yang sangat detail seperti melibatkan tim forensik, mempelajari di mana posisi senjata, posisi peluru, dan sebagainya.
"Dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan juga harus ada izin peradilan, karena kan penindakan isinya tidak hanya penangkapan, harus ada upaya penggeledahan, penyitaan dan lainnya," ujarnya.
"Kalau dia (TNI) mau kuat berarti kan mesti ada Labfor, harus ada kemampuan identifikasi, DVI, medical exanination legal. Nah berati kan harus dibangun lagi kemampuan seperti ini. Padahal di polisi sudah ada," sebutnya.
Tito menuturkan, ada pertanggungjawaban hukum jika ada kesalahan dalan penyelidikan. Sebab kewenangan harus dipertanggungjawabkan resiko ke depannya.
"Kalau salah, nanti bisa terjadi abuse of power, risiko tinggi. Apalagi korban meninggal oleh aparat. Nanti rentannya bisa digugat ke pelanggaran HAM," sebutnya.
"Kalau dalam konteks penegakan hukum seperti kasus di Poso, fine. Karena semua langkah dan tata caranya sudah dilindungi oleh operasi penegakan hukum kepolisian," tutupnya. (idh/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini